Sp - Fakultas Psikologi (FPSI)SPeSIA - Fakultas Psikologi (FPSI)http://hdl.handle.net/123456789/210852024-03-28T20:20:48Z2024-03-28T20:20:48ZStudi Deskripitif Kepuasan Kerja Menurut Job Characteristics Model Widyaiswara Pusat X Bandunghttp://hdl.handle.net/123456789/286212021-03-15T03:37:57ZStudi Deskripitif Kepuasan Kerja Menurut Job Characteristics Model Widyaiswara Pusat X Bandung
Abstract. Job satisfaction is a common attitude for employees who are happy or unhappy about their work. On the Job Characteristic Model, this model acts as a framework for job evaluation one of which evaluates the impact of employment change that intrinsically satisfies the individual, as there is a direct relationship between work and increased job satisfaction. The wider function and task change in PPSDM apparatus gives a new color to the characteristics of the work, the impact of the change is most felt in the work of Widyaiswara, so that the characteristics in the job of Widyasiwara tend to fit the core job dimensions. There is a change in the work that occurs not so perceived to be a burden by the Widyaiswara, most of the Widyaiswara seems to display the positive attitude, they feel that the change makes them happy and by the work that are given to them, so that the Widyaiswara tends to have high job satisfaction. The purpose of this research is to see the idea of job satisfaction based on the theory of Job Characteristic Models (JCM) in Widyaiswara. The method used in this research is a descriptive method with a population of 15 Widyaiswara employee. Measurement using a questionnaire measuring instrument with a measuring instrument named JDS (Job Diagnostic Scale) based on the theory of Job Characteristic Model Hackman and Oldham (1975). The results showed as many as 11 people who have high job satisfaction, and as many as four people have a low job satisfaction.Keywords: Job Satisfaction, Job Characteristics Model, WidyaiswaraAbstrak. Kepuasan kerja merupakan sikap umum karyawan senang atau tidak senang terhadap pekerjaannya. Dalam Job Characteristic Model, model ini bertindak sebagai kerangka kerja untuk evaluasi pekerjaan salah satunya mengevaluasi dari adanya dampak perubahan pekerjaan yang secara intrinsik memuaskan individu, karena ada hubungan langsung antara pekerjaan dan peningkatan kepuasan kerja. Perubahan fungsi dan tugas yang lebih luas di PPSDM Aparatur memberi warna baru pada karakteristik pekerjaan, dampak dari perubahan tersebut paling terasa pada pekerjaan Widyaiswara, sehingga karakteristik pada pekerjaan widyasiwara cenderung sesuai dengan core job dimensions. Adanya perubahan pekerjaan yang terjadi tidak begitu dirasa menjadi beban oleh para widyaiswara, para widyaiswara sebagian besar menunjukkan sikap positif, mereka merasa bahwa perubahan tersebut membuat mereka senang dan tertantang akan tugas yang dikerjakan, sehingga widyaiswara cenderung memiliki kepuasan kerja yang tinggi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat gambaran kepuasan kerja berdasarkan teori Job Characteristic Models (JCM) pada widyaiswara. Metoda yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda deskriptif dengan jumlah populasi sebanyak 15 orang Widyaiswara. Pengukuran menggunakan alat ukur kuesioner dengan alat ukur bernama JDS (Job Diagnostic Scale) berdasarkan teori Job Characteristic Model Hackman dan Oldham (1975). Hasil penelitian ini menunjukan sebanyak 11 orang widyaiswara tergolong memiliki kepuasan kerja yang tinggi, dan sebanyak empat orang tergolong memiliki kepuasan kerja yang rendah.Kata Kunci: Kepuasan Kerja, Job Characteristics Model, Widyaiswara
Hubungan Self Efficacy Dengan Penyesuaian Diri pada Siswa di Pondok Pesantren "X" Bandunghttp://hdl.handle.net/123456789/286202021-03-15T03:37:57ZHubungan Self Efficacy Dengan Penyesuaian Diri pada Siswa di Pondok Pesantren "X" Bandung
Abstract. Boarding school is one of the formal education systems in Indonesia. Education in pesantren contains all aspects, ranging from academic, religious, skill, to character coaching. When attending boarding school students are required to live separately with parents. Various problems arise when students are unable to conform themselves in the environment. Problems often occur, both from within the individual and from the social environment. This research aims to find out the relationship between self efficacy and self-adjustment in students in pondok pesantren "X" Bandung. The subject of this study is all students in pondok pesantren "X" Bandung which numbered 169. Its data collection uses the GSE (General Self Efficacy) questionnaire (Jerussalem and Schwarzer, 1995) and scale derived from Aspects according to Runyon & Haber (Afifah, 2017). The analysis technique used is rank spearman. The results showed there was a self-adjustment relationship with efficacy cells with a correlation coefficient (r) of 0.486. With the direction of positive relationships it can be concluded that the higher self efficacy that students have then the higher the self-adjustment in the student. On the other hand, the lower the Self Efficacy that the student has, the lower the adjustment in the student.Keywords : Self Efficacy, Adjustment, Boarding SchoolAbstrak. Pondok pesantren merupakan salah satu sistem pendidikan formal di Indonesia. Pendidikan di pesantren memuat semua aspek, mulai dari aspek akademik, agama, keterampilan, hingga pembinaan karakter. Ketika bersekolah di pondok pesantren siswa diharuskan untuk tinggal terpisah dengan orang tua. Berbagai permasalahan muncul ketika siswa tidak mampu menyesuaiakan diri di lingkungan tersebut. Permasalahan sering terjadi, baik yang berasal dari dalam diri individu maupun yang berasal dari lingkungan sosial. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara self efficacy dengan penyesuaian diri pada siswa di pondok pesantren”X” Bandung. Subjek penelitian ini adalah seluruh siswa di pondok pesantren “X” Bandung yang berjumlah 169. Pengumpulan datanya menggunakan kuesioner GSE (General Self Efficacy) (Jerussalem dan Schwarzer, 1995) dan skala yang diturunkan dari Aspek menurut Runyon & Haber (Afifah, 2017). Teknik analisis yang digunakan adalah rank spearman. Hasil penelitiannya menunjukan terdapat hubungan penyesuaian diri dengan sel efficacy dengan koefisien korelasi (r) 0,486. Dengan arah hubungan positif dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi Self Efficacy yang dimiliki siswa maka semakin tinggi penyesuaian diri pada siswa tersebut. Sebaliknya semakin rendah Self Efficacy yang dimiliki siswa maka semakin rendah penyesuaian diri pada siswa tersebut.Kata Kunci : Self Efficacy, Penyesuaian Diri, Pesantren
Pengaruh Kepuasan Pertemanan terhadap Subjective Well-Being pada Siswa SMP Korban Perundunganhttp://hdl.handle.net/123456789/286102021-03-15T03:37:56ZPengaruh Kepuasan Pertemanan terhadap Subjective Well-Being pada Siswa SMP Korban Perundungan
Abstract. Bullying is an agressive behavior done on purpose, consciously, and repeatedly. It usually involves constrast difference of powers between the oppressor and the victim. Bullying often occurs in school environment, even though it is supposed to be a place where students improve themselves. If bullying is not stopped, it will cause negative effects to the victim. Experiencing bullying at school ought to make a student unhappy with his life. A survey from Survey Nasional Pengalaman Hidup Anak Dan Remaja (SNPHAR) in 2018, suggested that bullying is usually done by people around the victim’s age. Despite that, a good relation with friends can be a reason for student to be happy with his life. The purpose of this research is to figure out how significant the effect of friendship satisfaction is on subjective well-being of bullying victim in junior high school across Bandung. This research involved 394 teenagers studying in junior high school (7th, 8th, and 9th grader), across Bandung, who had experienced bullying previously. This research applied quantitative approach designed as causal non-experimental research to prove the correlation between the two variables. This research shows that friendship satisfaction may cause an effect as much as 13.5% of SWB on bullying victim in junior high school across Bandung.Keywords: Adolescent, Friendship Satisfaction, Bullying, Subjective Well-BeingAbstrak. Perundungan merupakan tindakan agresif yang dilakukan dengan sengaja, berulang, dan melibatkan ketidakseimbangan kekuatan antara pelaku dan korban. Perundungan seringkali terjadi di lingkungan sekolah, padahal sekolah harusnya menjadi tempat bagi siswa untuk mencapai perkembangan yang optimal. Apabila perundungan dibiarkan, tentunya akan memberikan berbagai dampak negatif bagi korban. Adanya tindakan perundungan di sekolah dapat membuat siswa merasa tidak bahagia dengan kehidupannya. Hasil Survey Nasional Pengalaman Hidup Anak Dan Remaja (SNPHAR) pada tahun 2018 menunjukkan bahwa kasus kekerasan pada remaja mayoritas dilakukan oleh teman sebaya. Padahal relasi yang baik dengan teman dapat menjadi salah satu faktor yang membuat siswa tetap merasa bahagia meskipun menghadapi permasalahan dalam hidupnya. Tujuan dari penelitan ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kepuasan pertemanan terhadap subjective well-being pada siswa SMP korban perundungan di Kota Bandung. Sampel penelitian ini terdiri dari 394 siswa SMP (kelas 7, 8 dan 9) di Kota Bandung yang menjadi korban perundungan baik secara fisik, verbal, dan psikologis. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain penelitian kausal non-eksperimental untuk membuktikan hubungan sebab-akibat dari kedua variabel. Penelitian ini menggunakan teknik analisis statistik regresi linier. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kepuasan pertemanan memiliki pengaruh sebesar 13.5% terhadap SWB pada siswa SMP korban perundungan di Kota Bandung.Kata Kunci: Remaja, Kepuasan Pertemanan, Perundungan, Subjective Well-Being
Pengaruh Self Esteem terhadap Dating Violence pada Perempuan Remaja Akhir di Kota Bandunghttp://hdl.handle.net/123456789/286092021-03-15T03:37:56ZPengaruh Self Esteem terhadap Dating Violence pada Perempuan Remaja Akhir di Kota Bandung
Abstract. Adolescene is a transition from childhood to adulthood which is marked by physical, cognitive, emotional and psychosocial changes. In adolescene, individuals begin to become acquaninted with dating relationships, which are activities carried out by two people of different sexes to get to know each other. The annual records of the Women’s National Commissioner show that dating violence is the second largest in Indonesia, which occurs in adolescent girls. Dating violence is physical and psychological violence to gain power over a partner (Murray, 2007), such as psychological, physical and sexual violence. The results of Fenita Purnama (2016) show that adolescents with high self-esteem may experience dating violence, but adolescents with low self-esteem have a higher risk. Selfe steem is an individual assessment related to himself: an attitude of acceptance or rejection that he feels capable, meaningful, successful and valuable (Coopersmith, 1967). The purpose of this study was to determine the effect of self esteem on dating violence in late adolescent women in Bandung. This study used a sample of 107 respondents using the self esteem measurement tool from Coopersmith (1967) and CTS 2 from Murray (2007). The results of this study shos that there is an effect of self esteem on dating violence by 48%, and there is a negative effect of selfe steem on dating violence, meaning that the more positive self-esteem is, the lower dating violence is, vise versa.Keywords: Adolescene, Dating, Self-esteem, Dating-violence.Abstrak. Remaja merupakan transisi masa anak menuju dewasa yang ditandai dengan perubahan fisik, kognitif, emosi dan psikososial. DI usia remaja, individu mulai mengenal dengan hubungan pacaran, yaitu aktivitas yang dilakukan dua orang berlainan jenis kelamin untuk mengenal satu sama lain. Catatan Tahunan Komnas Perempuan menunjukkan kekerasan dalam pacaran merupakan kedua terbesar di Indonesia, yang terjadi pada perempuan usia remaja-dewasa. Dating violence adalah perilaku kekerasan fisik maupun psikologis untuk memperoleh kekuasaan atas pasangannya (Murray, 2007), seperti kekerasan psikologis, fisik dan seksual. Hasil penelitian Fenita Purnama (2016) menunjukkan remaja dengan self esteem tinggi mungkin mengalami dating violence, namun remaja dengan self esteem rendah memimiliki resiko yang lebih tinggi. Self esteem merupakan penilaian individu yang berkaitan dengan dirinya: sikap penerimaan dan penolakan bahwa dirinya merasa mampu, berarti, berhasil dan berharga (Coopersmith, 1967). Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh self esteem terhadap dating violence pada perempuan remaja akhir di kota Bandung. Penelitian ini menggunakan sampel 107 responden dengan menggunakan alat ukur self esteem dari Coopersmith (1967) dan CTS 2 dari Murray (2007). Hasil penelitian ini memperlihatkan terdapat pengaruh self esteem terhadap dating violence sebesar 48%, dan terdapat pengaruh negatif self esteem terhadap dating violence, artinya semakin positif self esteem maka semakin rendah dating violence, begitupun sebaliknya.Kata Kunci: Remaja, Pacaran, Self-esteem, Dating-Violence.