Abstract:
Hibah adalah pemberian hak milik atas suatu barang (harta) kepada orang
lain sewaktu ia masih hidup tanpa imbalan apapun. Namun, mengenai hibah ini
banyak orang yang tidak memperhatikan hak kepemilikan harta yang telah
dihibahkan itu. Terkadang, seseorang yang telah menghibahkan hartanya
kemudian mengambilnya kembali. Pada dasarnya, hibah itu tidak dapat ditarik
kembali kecuali apabila ada hal-hal yang membolehkan hibah itu dapat ditarik
kembali. Namun, mengenai hal ini ada perbedaan pendapat dikalangan Imam dan
Ulama, hal ini disebabkan karena adanya perbedaan cara ijtihad. Diantara para
Imam yang pendapatnya sering berbeda adalah Imam Hanafi dan Imam Syafi’i.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka muncul suatu permasalahan, yakni
penarikan kembali harta yang sudah dihibahkan menurut Imam Hanafi dan Imam
Syafi’i, serta menganalisis perbedaan dan persamaan pendapat Imam Hanafi dan
Imam Syafi’i tersebut.
Adapun tujuan penelitian ini untuk mengetahui pendapat Imam Hanafi dan
Imam Syafi’i tentang penarikan kembali harta yang sudah dihibahkan, serta
perbedaan dan persamaan dari kedua pendapat tersebut.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptifkomparatif.
Penelitian ini termasuk jenis penelitian pustaka (library research).
Oleh karena itu, teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara studi
kepustakaan, yang sumber datanya diambil dari buku-buku, literatur-literatur,
ayat-ayat al-Qur’an, hadis, dan kitab-kitab fiqih.
Setelah dilakukan penelitian terhadap data-data sebagaimana yang telah
disebutkan di atas, maka dapat diketahui bahwa menurut Imam Hanafi, seseorang
yang telah menghibahkan hartanya boleh menarik kembali harta yang telah
dihibahkannya itu. Menurut pendapatnya, pemberi hibah lebih berhak terhadap
hartanya, oleh karena itu, ia boleh menarik kembali harta yang telah
dihibahkannya. Akan tetapi, Imam Hanafi tidak memperbolehkan seseorang
menarik kembali hibah yang telah diberikan kepada kerabatnya. Apabila
seseorang menghibahkan hartanya kepada orang yang masih senasab dengannya,
maka hak untuk menarik kembali hibah tersebut telah gugur. Tetapi, apabila dia
menghibahkan hartanya untuk orang lain atau untuk orang yang tidak senasab
dengannya, maka diperbolehkan bagi pemberi hibah itu untuk menarik kembali
hibahnya. Sedangkan menurut Imam Syafi’i, seseorang yang telah menghibahkan
hartanya kepada orang lain tidak dapat menarik kembali harta yang telah
dihibahkannya itu, kecuali hibah dari seorang ayah kepada anaknya, ataupun
hibah dari ibu, nenek, dan kakeknya. Imam Syafi’i melarang seseorang untuk
menarik kembali hibah yang telah diberikan kepada orang lain, karena hal itu bisa
menghinakan penerima hibah.