Description:
Di Indonesia, masalah asal usul anak terdapat beberapa ketentuan hukum yang berbeda-beda. Seluruh madzhab fiqih sepakat bahwa batas minimal usia kehamilan adalah 6 bulan, dihitung dari saat akad nikah dilangsungkan, ketentuan ini diambil firman Allah Swt. Dalam QS. Al-Ahqaf (46): 15 dan QS. Luqman (31):14. Kedua ayat tersebut disepakati oleh Ibnu Abbas beserta para ulama, bahwa ayat pertama menunjukan tenggang waktu mengandung dan menyapih adalah 30 bulan. Ayat kedua menerangkan, bahwa menyapihnya setelah bayi di susukan secara sempurna selama 24 bulan atau 2 tahun. Jadi 30-24 bulan = 6 bulan di dalam kandungan (usia terpendek masa kandungan). Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 mengatur tentang asal usul anak dalam Pasal 42, begitu pula diatur dalam Kompilasi Hukum Islam. Dan dalam Undang-Undang Perkawinan tidak terdapat pasal yang membahas bahwa anak yang lahir kurang dari 6 bulan masa pernikahan itu harus dinikahkan oleh wali hakim, akan tetapi di KUA Cimahi Tengah yang menjadi tempat penelitian ini anak yang lahir kurang dari 6 bulan masa pernikahan itu harus dinikahkan oleh wali hakim, karena KUA Cimahi Tengah mengambil metode ijtihad, yaitu berdasarkan perspektif fiqih. Berdasarkan uraian tersebut, poin masalah yang dirumuskan dan ingin diketahui dalam penelitian ini adalah: Bagaimana ketentuan wali nikah bagi anak yang lahir kurang dari 6 bulan masa pernikahan? Bagaimanakah pelaksanaan penentuan wali nikah bagi perempuan yang lahir kurang dari 6 bulan di KUA? Apa dasar hukum yang dgunakan oleh KUA Kecamatan Cimahi Tengah Cimahi? Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, adalah metode deskriptif analisis. Penulis mengambil data langsung di lapangan yang berlokasi di KUA Kecamatan Cimahi Tengah Cimahi. Berdasarkan hasil penelitian, kesimpulan yang diperoleh adalah pelaksanaan penentuan wali nikah bagi perempuan yang lahir kurang dari 6 bulan di KUA Kec. Cimahi Tengah mengambil metode ijtihad dan mempunyai dasar hukum yang diambil dari fiqh munakahat yang mengambil dari beberapa pendapat ulama terhadap hal ini, tidak mengacu kepada Undang-Undang perkawinan yang berlaku di Indonesia.