Constitutional Court Decision Number 69/PUU-XIII/2015 on Judicial Review of Law Number 1 Year 1974 regarding Marriage has colored marriage law character, especially regarding marriage agreement. Initially, marriage agreement can only be made at the time or before the wedding occurs. However, with the Post-Constitutional Court Decision, marriage agreement may be made not only at the time and before the marriage takes place, but during marriage, by husband and wife. Decision of Tangerang District Court Number 223/PEN.PDT.P/2016/PN.Tng mentions that a married couple who have had a marriage agreement applying for a loan on the bank, but the husband and wife can not fulfill their credit payment obligations, then the guaranteed object that is not guaranteed by the husband and wife in the form of grant property owned by the wife is seized by the bank. The methodology used in this research is the normative juridical approach. This research uses research specification through analytical descriptive method, research phase through library research by looking for material from secondary data, and data collection technique with documents study. Data analysis method is done with normative qualitative analysis. Based on the result of the research, it can be concluded that the arrangement of marriage agreement according to Constitutional Court Decision No.69/PUU-XIII/2015 that in the decision is allowed to make marriage agreement after marriage, as the contents of Article 29 of Law no. 1 of 1974 which has been amended, namely (1), (3) and (4). The legal power of the deed of grant lies in the function of the authentic deed itself. The grant is a valid evidence according to the law which has been affirmed in Article 1867 of the Civil Code which reads "Proof by writing is done with authentic writings as well as with writings under the hand". Judge consideration in deciding cases of protection of grant property contained in the marriage agreement made after marriage in the Tangerang District Court Decision No. 223/PEN.PDT.P/2016/PN.Tng. is to grant the Plaintiff's claim that the Defendant has committed an act against the law by seizing the Plaintiff's grant property which is not a guaranteed object reinforced by the Marriage Agreement. The Plaintiff shall settle all of the remaining credit obligations to the Defendant with an agreed period of time for default.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan telah mewarnai karakter hukum perkawinan, khususnya tentang perjanjian perkawinan. Semula, perjanjian kawin hanya dapat dibuat pada waktu atau sebelum pernikahan dilangsungkan. Akan tetapi dengan Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi, perjanjian kawin dapat dibuat tidak hanya pada waktu dan sebelum perkawinan dilangsungkan. Tetapi selama perkawinan, perjanjian kawin dapat dibuat oleh suami dan istri. Dalam Putusan Pengadilan Negeri Tangerang Nomor 223/PEN.PDT.P/2016/PN.Tng menyebutkan bahwa sepasang suami istri yang telah mempunyai perjanjian perkawinan mengajukan pinjaman kredit pada pihak bank. Namun suami istri tersebut tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran kreditnya dan objek jaminan yang tidak dijaminkan oleh pihak suami istri tersebut berupa harta hibah milik istri disita oleh pihak bank. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan secara yuridis normatif. Penelitian ini menggunakan spesifikasi penelitian melalui metode deskriptif analitis, tahap penelitian dengan cara penelitian kepustakaan dengan mencari bahan dari data sekunder, dan teknik pengumpulan data dengan studi dokumen. Metode analisis data dilakukan dengan cara analisis normatif kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh kesimpulan bahwa Pengaturan perjanjian perkawinan menurut Putusan Mahkamah Konstitusi No.69/PUU-XIII/2015 bahwa dalam putusan tersebut diperbolehkannya membuat perjanjian perkawinan setelah menikah, adapun isi Pasal 29 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 yang telah diubah yaitu ayat (1), (3) dan (4). Kekuatan hukum akta hibah terletak pada fungsi akta otentik itu sendiri. Hibah sebagai alat bukti yang sah menurut undang-undang yang sudah ditegaskan dalam Pasal 1867 KUHPerdata yang berbunyi “Pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan-tulisan otentik maupun dengan tulisan-tulisan dibawah tangan”. Pertimbangan hakim dalam memutus perkara perlindungan harta hibah yang terdapat dalam perjanjian perkawinan yang dibuat setelah menikah dalam Putusan Pengadilan Negeri Tangerang No. 223/PEN.PDT.P/2016/PN.Tng. adalah mengabulkan gugatan Penggugat yang menyatakan bahwa Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan menyita harta hibah milik Penggugat yang bukan objek jaminan yang dikuatkan dengan Perjanjian Perkawinan. Penggugat harus melunasi seluruh sisa kewajiban kreditnya kepada Tergugat dengan jangka waktu yang disepakati karena telah melakukan wanprestasi.