Marriage under Law no. 1 Year 1974 about Marriage is the inner bond between a man and a woman as husband and wife with the aim of forming a happy and eternal family (household) based on Belief in One Supreme God, while according to Compilation of Islamic Law (KHI) is a very bond Strong (mitssaqan ghalidzan) and practicing it is worship. In practice, households do not always run in accordance with the purpose of marriage, there are times when there is harmony between husband and wife, which can lead to divorce. From the problem, the researcher raised the title of "The Result of Husband to Violate Sighat Taklik Judging From Law Number 1 Year 1974 About Marriage And Islamic Law (Case Study of High Court Religious Decision No. 296/PDT.G/2014/PA.TTD)". The purpose of this study is to find out about the divorce filed by the wife against a husband who violated sighat taklik in Law no. 1 of 1974 concerning Marriage and Islamic Law, as well as to know the judges' consideration in deciding cases of divorce due to husbands violating sighat taklik in the decision of Religious Court of Tebing Tinggi No. 296/PDT.G/2014/PA.TTD. The research method used in this research is normative juridical approach method, that is by examining the existing library materials. The research specification used is analytical descriptive. The research phase used is document study to collect secondary data covering primary law material, secondary law material, and tertiary legal material. Technique of collecting data by way of literature study. And by using qualitative normative analysis method. From the result of the research, the researcher get the conclusion that the violation of husked sighat by husband can be the reason of a wife to do divorce, because the violation of sighat taklik causes not reaching the purpose of marriage, which to form a sakinah family, mawaddah and warahmah, and happy and eternal based Belief in the one and only God. The wife divorce sued against the husband in the Marriage Law is called divorce, while in Islamic Law it can be called fasakh or khulu '. The panel of judges granted the divorce suit on the consideration of protecting the rights of women as wives.
Perkawinan menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, sedangkan menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah ikatan yang sangat kuat (mitssaqan ghalidzan) dan melaksanakannya merupakan ibadah. Dalam pelaksanaannya, rumah tangga tidak selamanya berjalan sesuai dengan tujuan perkawinan tersebut, ada kalanya terjadi ketidak harmonisan antara suami istri, yang dapat berujung pada perceraian. Dari permasalahan tersebut peneliti mengangkat judul ”Akibat Suami Melanggar Sighat Taklik Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Dan Hukum Islam (Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Tebing Tinggi No. 296/PDT.G/2014/PA.TTD)”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui mengenai gugat cerai yang dilakukan oleh istri terhadap suami yang melanggar sighat taklik dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Hukum Islam, serta untuk mengetahui pertimbangan majelis hakim dalam memutus perkara cerai gugat akibat suami melanggar sighat taklik dalam putusan Pengadilan Agama Tebing Tinggi Nomor 296/PDT.G/2014/PA.TTD. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan secara yuridis normatif, yaitu dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada. Spesifikasi penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis. Tahap penelitian yang digunakan adalah studi dokumen untuk mengumpulkan data sekunder yang mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Teknik pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan. Dan dengan menggunakan metode analisis normatif kualitatif. Dari hasil penelitian, peneliti memperoleh kesimpulan bahwa pelanggaran sighat taklik oleh suami dapat menjadi alasan seorang istri melakukan gugat cerai, karena pelanggaran sighat taklik tersebut menyebabkan tidak tercapainya tujuan perkawinan, yang mana untuk membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah dan warahmah, serta bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Gugat cerai istri terhadap suami dalam Undang-Undang Perkawinan disebut cerai gugat, sedangkan dalam Hukum Islam dapat disebut fasakh atau khulu’. Majelis hakim mengabulkan gugatan perceraian tersebut atas pertimbangan melindungi hak-hak wanita sebagai istri.