dc.contributor |
|
|
dc.contributor |
|
|
dc.creator |
B.Y, Silvy Shafira |
|
dc.creator |
Heniarti, Dini Dewi |
|
dc.date |
2017-01-24 |
|
dc.date.accessioned |
2019-09-10T01:30:37Z |
|
dc.date.available |
2019-09-10T01:30:37Z |
|
dc.identifier |
http://karyailmiah.unisba.ac.id/index.php/hukum/article/view/5520 |
|
dc.identifier.uri |
http://hdl.handle.net/123456789/20966 |
|
dc.description |
Corruption in Indonesia is classified as an extraordinary crime, law enforcement was doneunconventional ways. Through the Supreme Court Decision No. 510K / Pid.Sus / 2014 Sugiarto defendant, the judge decided 18 years of imprisonment, the sentence was higher than the prosecution or commonly named Ultra Petita. However, based on Criminal law, Ultra Pelita has not been clearly regulated by the government. The method of this thesis is a descriptive analysis, and using normative juridical approach. Technique of data collection obtained by library research with using conducting in-depth assessment of secondary data that include primary legal materials, secondary law and tertiary legal materials. Then the data analyzed through qualitatively normative. From this research can be drawn the conclusion that the reason that the judge handed down the verdict is overdemands of the prosecution because the corruption suspect did to enrich themselves that actually it taken from state funds, so that the defendant appropriate and fair to sentenced weight commensurate with his actions. In judicial practice, judges are allowed to doing anUltra Petita as long asa justice law can be reached by the maximum limit of the corridor criminal sanction which specified in the provisions or article. |
|
dc.description |
Tindak pidana korupsi di Indonesia digolongkan sebagai kejahatan luar biasa, penegakan hukum nya pun dilakukan di luar cara-cara yang konvensional. Melalui putusan MA Nomor 510K/Pid.Sus/2014 dengan terdakwa Sugiarto, hakim memutus 18 tahun pidana penjara, vonis ini lebih tinggi dari tuntutan jaksa atau biasa disebut dengan ultra petita. Dalam hukum pidana belum diatur secara jelas mengenai ultra petita. Metode penelitian dalam skripsi ini bersifat deskriptif analitis, dan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif. Teknik pengumpulan data diperoleh melalui studi kepustakaan dengan melakukan pengkajian secara mendalam terhadap data sekunder yang mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Kemudian keseluruhan data yang diperoleh dianalisis secara normatif kualitatif. Dari penelitian ini dapat ditarik simpulan bahwa alasan hakim menjatuhkan putusan lebih tinggi dari tuntutan penuntut umum karena terdakwa melakukan tindak pidana korupsi untuk memperkaya diri sendiri dan bertambahnya kekayaan orang lain yang bersumber dari uang Negara/Daerah, sehingga terdakwa patut dan adil untuk dijatuhi pidana berat yang setimpal dengan perbuatannya. Dalam praktek peradilan, hakim diperbolehkan melakukan ultra petita selama masih dalam koridor batas maksimum ancaman pidana yang ditentukan didalam ketentuan atau pasal yang bersangkutan demi tercapainya keadilan hukum. |
|
dc.format |
application/pdf |
|
dc.language |
ind |
|
dc.publisher |
Universitas Islam Bandung |
|
dc.relation |
http://karyailmiah.unisba.ac.id/index.php/hukum/article/view/5520/pdf |
|
dc.rights |
Copyright (c) 2017 Prosiding Ilmu Hukum |
|
dc.source |
Prosiding Ilmu Hukum; Vol 3, No 1, Prosiding Ilmu Hukum (Februari, 2017); 134-140 |
|
dc.source |
Prosiding Ilmu Hukum; Vol 3, No 1, Prosiding Ilmu Hukum (Februari, 2017); 134-140 |
|
dc.source |
2460-643X |
|
dc.subject |
Law |
|
dc.subject |
Corruption, Judge, Criminal Sanction |
|
dc.subject |
Ilmu Hukum; Hukum Pidana |
|
dc.subject |
Tindak Pidana Korupsi, Hakim, Sanksi Pidana; Key Word: Corruption, Judge, Criminal Sanction; |
|
dc.title |
Analisis Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Sanksi Pidana Lebih Tinggi dari Tuntutan Penuntut Umum terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi dihubungkan dengan Kebebasan Kehakiman (Studi Kasus MA No. 510K/Pid.Sus/2014) |
|
dc.title |
Analisis Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Sanksi Pidana Lebih Tinggi dari Tuntutan Penuntut Umum terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi dihubungkan dengan Kebebasan Kehakiman (Studi Kasus MA No. 510K/Pid.Sus/2014) |
|
dc.type |
info:eu-repo/semantics/article |
|
dc.type |
info:eu-repo/semantics/publishedVersion |
|
dc.type |
Peer-reviewed Article |
|
dc.type |
Qualitative |
|
dc.type |
Kualitatif |
|