Bandung, as stated in the National Spatial Plan and the West Java Province Spatial Plan, is designated as National Activity Center. As National Activity Center, Bandung, in addition to a gateway to and from international regions, will also serve as service centers, processing centers, and transport node with national scale services. The population growth is high, the attraction of investors to open businesses in Bandung, which will lead to many kinds of trade and services. It also causes the function transfer of settlements and green open space into the trade and services spaces and others. In addition, the tourism sector in the city of Bandung, either natural attraction, culinary, and modern attract large number of visitor. Correspondingly, the demand for space is very high and not in accordance with the spatial plans that has been created (Spatial Plan of Bandung 2011-2031). Therefore, indicated the existence of a discrepancy between the spatial plan (Spatial Plan of Bandung 2011-2031) with the fact the field and indication of spatial distortions would be applicable. Based on the information and field observations, the City Sub-Region of Cibeunying changes occur in protected areas such as green open spaces and riverbank with a dominant existing condition changes into settlements with a total area of 76.678 ha deviation. The cultivation area consists of settlements turned into protected areas, agricultural wetlands, green open spaces and vacant land and services that turn into green open space with an area of 86.111 ha deviation. Plan spatial pattern based on the Spatial Plan of Bandung do not correspond with the reality on the ground. Incompatibility in the City Sub-Region of Cibeunying dominated by a discrepancy in the protected area, a protected area located in the northern part of the City Sub-Region of Cibeunying that is converted to settlements, riverbanks, and railroad border dominated by farming activities in particular settlements.
Kota Bandung, sebagaimana tercantum pada RTRW Nasional dan RTRW Provinsi Jawa Barat, ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN). Sebagai PKN, Kota Bandung, selain akan berperan sebagai pintu gerbang dari dan ke kawasan-kawasan internasional, juga akan berfungsi sebagai pusat jasa, pusat pengolahan dan simpul transportasi dengan skala pelayanan nasional. Pertambahan penduduk yang tinggi, daya tarik investor untuk membuka usaha di Kota Bandung yang akan mengakibatkan banyaknya jenis perdagangan dan jasa, hal ini pula yang menyebabkan beralihfungsinya sektor permukiman penduduk ke sektor perdagangan dan jasa serta Ruang Terbuka Hijau ke sektor perdagangan dan jasa dan lain-lain. Selain itu, sektor pariwisata di Kota Bandung baik wisata alam, wisata kuliner dan wisata modern menjadi daya tarik yang cukup besar untuk berkunjung ke Kota Bandung. Sejalan dengan itu, permintaan akan ruang sangat tinggi dan tidak sesuai dengan rencana tata ruang yang telah dibuat (RTRW Kota Bandung tahun 2011-2031). Oleh sebab itu, diindikasikan adanya ketidaksesuaian antara rencana tata ruang (RTRW Kota Bandung tahun 2011-2031) dengan fakta dilapangan dan indikasi adanya penyimpangan akan tata ruang yang berlaku. Berdasarkan infomasi dan pengamatan dilapangan. Pada SWK Cibeunying perubahan terjadi pada kawasan lindung berupa ruang terbuka hijau dan sempadan sungai dengan kondisi eksisting dominan perubahan menjadi permukiman dengan luas total simpangan sebesar 76,678 Ha. Sedangkan pada kawasan budidaya terdiri dari permukiman yang berubah menjadi kawasan lindung, pertanian lahan basah, ruang terbuka hijau serta lahan kosong dan jasa yang berubah menjadi ruang terbuka hijau dengan luasan simpangan sebesar 86,111 Ha. Rencana pola ruang yang berdasarkan RTRW Kota Bandung tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Ketidaksesuaian pada SWK Cibeunying didominasi oleh ketidaksesuaian pada kawasan lindung, kawasan lindung yang berada di bagian utara SWK Cibeunying yang beralih fungsi menjadi permukiman, sempadan sungai dan sempadan jalur kereta api yang didominasi oleh kegiatan budidaya khususnya permukiman.