Wayang Lulang Wong tradition is one of traditions in Kenalan Village, Magelang. The man who made Wayang Lulang Wong is known as Doko, the chosen one from Demak Kingdom. Lulang Wong is from two separated words, there are lulang and wong. Lulang means skin and wong means human. So we can say that Wayang Lulang Wong means wayang that made from human skin. The age of Wayang Lulang Wong is 450 years old, the presence of Wayang Lulang Wong along with the discovery of a book written in wood palm trees that are much older, it’s 800 years. The gap occurs in a relatively smaller number of spectators with all the uniqueness of Wayang Lulang Wong and its very old age, which should be part of the history of a culture. There are some purposes in this research, that are for explaining the native’s words, communication setting, and communication moment. Also the implementation of those components. The final result is a communication model of Wayang Lulang Wong tradition. The result of this research is the communication model of Wayang Lulang Wong tradition that the native’s words,the communication setting, the communication moment, and the implementation of Wayang Lulang Wong tradition is continuous for each others.The communication model of Wayang Lulang Wong tradition proves that it has its own special features in its performance.
Tradisi pementasan Wayang Lulang Wong merupakan salah satu tradisi yang berasal dari Dusun Dakan, Desa Kenalan, Kecamatan Pakis, Kabupaten Magelang. Dusun Dakan berasal dari kata Doko, yang merupakan seorang yang diberi kepercayaan oleh salah seorang wali dari kerajaan Demak. Beliau dipercaya sebagai orang yang membuat Wayang Lulang Wong. Lulang Wong berasal dari dua kata yakni lulang yang berarti kulit, sedangkan wong yang berarti manusia. Jadi dapat dikatakan bahwa Wayang Lulang Wong ini merupakan wayang yang berasal dari kulit manusia. Wayang Lulang Wong berusia 450 tahun, kehadiran Wayang Lulang Wong tersebut bersamaan dengan ditemukannya kitab yang di tulis di kayu lontar yang usianya jauh lebih tua, yakni 800 tahun. Kesenjangan terjadi pada jumlah penonton yang terbilang semakin sedikit dengan segala keunikan yang dimiliki oleh Wayang Lulang Wong serta usianya yang sudah sangat tua, yang seharusnya dijadikan sebagai bagian dari sejarah suatu kebudayaan. Ada pun tujuan dari penelitian ini, yaitu untuk menjelaskan tindak ujaran, penataan (setting), dan peristiwa komunikasi. Selain itu peneliti pun akan menjelaskan implementasi dari komponen-komponen tersebut dengan hasil akhir berupa model komunikasi dari tradisi pementasan Wayang Lulang Wong. Hasil dari penelitian adalah berupa model komunikasi dari tradisi pementasan Wayang Lulang Wong, yang menyatakan bahwa tindak ujaran, setting, peristiwa, dan implementasi dalam tradisi pementasan Wayang Lulang Wong berkesinambungan satu sama lain dan memiliki tahapan-tahapan yang khas di dalamnya.