Description:
Penggunaan aktiva tetap pada perusahaan semakin lama akan semakin berkurang kemampuannya seiring dengan potensi, kelayakan dan berlalunya waktu. Sebagai unsur pengakuan atas penurunan aktiva tetap berwujud tersebut dialokasikan ke dalam penyusutan. Biaya penyusutan merupakan salah satu komponen pengurang pendapatan, sehingga jumlah biaya penyusutan yang dihasilkan tiap tahunnya sangat berpengaruh terhadap laba perusahaan. Aktiva tetap berwujud dapat disusutkan dengan beberapa metode penyusutan. Metode penyusutan menurut akuntansi berbeda dengan metode penyusutan menurut pajak, sehingga akan menghasilkan laba perusahaan yang berbeda juga antara laba akuntansi dengan laba menurut pajak. Metode penelitian yang digunakan adalah metode desktiptif komparatif dengan teknik analisis paired sampel t-test dan uji wilcoxon signed rank test. Sampel penelitian yang digunakan adalah 31 perusahaan manufaktur sektor industry barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2012. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dokumentasi. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Sumber data dalam penelitian ini adalah laporan keuangan tahunan perusahaan. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan pada laba perusahaan menggunakan SAK dengan laba perusahaan menggunakan UU Perpajakan. Dikarenakan rata-rata biaya penyusutan aktiva tetap menggunakan SAK lebih tinggi dibanding rata-rata biaya penyusutan aktiva tetap menggunakan UU Perpajakan, maka rata-rata laba perusahaan menggunakan UU Perpajakan lebih tinggi disbanding rata-rata laba perusahaan menggunakan SAK. Rata-rata laba perusahaan menggunakan UU Perpajakan sebesar Rp 1.139.761.871.378, sedangkan rata-rata laba perusahaan menggunakan SAK sebesar Rp 1.017.651.236.993. Jadi ada selisih Rp 122.110.634.385 yang dapat digolongkan sebagai beda waktu.