Description:
Dalam pembudidayaan lebah madu, antibiotika digunakan oleh peternak lebah madu untuk menghindari penyakit yang menyerang larva. Umumnya tetrasiklin digunakan sebagai obat-obatan hewan yang biasanya dicampurkan ke dalam pakan. Padahal penggunaan antibiotik di dalam madu menyimpan resiko alergi, gangguan pencernaan, dan resistensi antibiotika tetrasiklin. Sehingga perlu dipastikan residu tetrasiklin dalam madu tidak lebih dari batas maksimal yang ada di SNI yaitu 0,1 ug/g. Sampel madu yang dianalisis adalah lima madu impor yang berasal dari Jerman, Austria, China, Australia, dan Swiss yang dijual di salah satu supermarket di wilayah Kota Bandung. Analisis kualitatif residu tetrasiklin dalam madu dilakukan dengan metode metode ekstraksi cair-cair (ECC) dilanjutkan dengan penotolan pada Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Dilakukan dengan cara mengekstraksi cair-cair sampel madu dengan larutan etil asetat : air (8:2) selanjutnya dilakukan KLT dengan larutan pengembang kloroform : metanol (9:1). Dua dari lima sampel madu impor yang diuji menunjukkan hasil positif mengandung residu antibiotika tetrasiklin ditandai dengan munculnya pita atau spot pada saat plat terelusi. Kedua sampel tersebut adalah sampel madu impor yang berasal dari Jerman dan Austria. Nilai Rf yang didapat dari kedua sampel yang positif mengandung residu antibiotika tetrasiklin masing-masing adalah 0,5 dan 0,6. Hasil tersebut memenuhi syarat KLT yang baik, yaitu dengan rentang nilai Rf 0,2 – 0,8.Kata Kunci: madu, tetrasiklin, Kromatografi Lapis Tipis.