Abstract:
Masalah anak selalu menjadi perhatian masyarakat, baik mengenai hak-hak anak dalam
keluarga, kedudukan anak dalam keluarga dan masyarakat, serta bagaimana cara orang tua
mengasuh anak. Orang tua merupakan orang pertama dan terdekat yang harus bertanggung
jawab terhadap pengasuhan dan pemeliharaan anak. Anak juga merupakan salah satu ahli waris
yang berhak menerima warisan baik anak laki-laki maupun anak perempuan adalah ahli waris
dari orang tuanya, bahkan ia adalah ahli waris yang paling dekat dengan pewaris. Ketentuan
mengenai pembagian waris di Indonesia belum terunifikasi, pembagia waris dibagi menjadi tiga,
yaitu berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW), Hukum Islam, Hukum Adat.
Pembagian waris berdasarkan hukum Islam diberlakukan untuk keluarga yang beragama Islam.
Perbedaan agama yang terjadi dalam satu keluarga merupakan kejadian yang sering terjadi, hal
ini dikarenakan adanya perpindahaan agama yang dilakukan seseorang. Perbedaan agama ini
menyebabkan terhalangnya seseorang untuk menjadi ahli waris. Adapun tujuan dari penelitian
ini untuk mengetahui kedudukan anak yang sah menurut hukum Islam dan akibat hukum
kewarisan bagi anak yang murtad menurut hukum Islam.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode pendekatan yuridis normatif dengan
spesifikasi penelitian deskriptif analitis, metode analisa data yang digunakan ialah normatif
kualitatif.
Kedudukan anak yang sah menurut Hukum Islam tidak dilihat dari segi agama anak
tersebut maka anak akan berkedudukan sebagai anak sah, apabila ia dilahirkan oleh seorang ibu
yang sejak permulaan kehamilan itu sudah terjalin suatu perkawinan yang sah, sedangkan anak
yang tidak sah adalah anak yang lahir akibat dari pergaulan yang tidak sah. Oleh karena itu
hukum Islam memandang kedudukan seorang anak yang sah atau tidak, dilihat dari perkawinan
orang tuanya dan tenggang masa mengandung kapan dan dimana anak itu dilahirkan. Dalam
hukum kewarisan Islam seseorang yang belainan agama tidak mempunyai hak untuk mewarisi
hal ini berdasarkan atas hadist Rasulullah SAW yang berbunyi: “Tidaklah benrhak seorang
muslim mewarisi orang kafir, dan tidak pula oeang kafir mewarisi muslim.” (Bukhari dan
Muslim). Sebagian ulama berpendapat lain, menurut pendapat Maasruq dan An-Nakha’I yang
mengatakan bahwa sesungguhnya seorang muslim boleh mewarisi orang kafir, tetapi tidak boleh
mewarisikan kepada orang kafir. Alasannya adalah bahwa Islam itu ya’lu wallayu’la’alaihi
(unggul, tidak ada yang mengunggulinya), tetapi Ibnu Hazm yang merupakan ulama
pengembangan teori wasiat wajibah menyatakan bahwa seorang ahli waris yang non muslim bisa
mendapatkan hak atau warisan yang ditinggalkan oleh pewaris melalui suatu cara yang disebut
dengan wasiat wajibah dari pewaris muslim yang kadar bagiannya sebanyak yang seharusnya
diterima oleh ahli waris muslim