Abstract:
Penilaian-penilaian negatif dan perlakuan yang kurang menyenangkan dari
lingkungan sekitar membuat para subjek yang memiliki pasangan tunanetra
merasa dirinya mengalami keterasingan dari lingkungan, kurang percaya diri, dan
merasa kurangnya dukungan dari anggota keluarga. Namun ditemukan ada para
subjek yang merasa puas akan kehidupannya dan memandang diri secara positif,
ada pula subjek yang merasa tidak puas dengan kehidupannya dan memandang
diri secara negatif. Perasaan-perasaan positif dan negatif yang dirasakan oleh para
subjek berkaitan dengan tingkat subjective well-being, yang membuat mereka
memandang rendah atau tinggi hidup yang dijalaninya dan menganggap peristiwa
yang terjadi sebagai hal yang menyenangkan atau tidak menyenangkan. Tujuan
penelitian ini adalah untuk memperoleh data empiris mengenai subjective wellbeing
pada istri yang memiliki pasangan tunanetra. Penelitian ini menggunakan
metode deskriptif dengan subjek penelitian berjumlah 24 orang. Hasil penelitian
menunjukan bahwa subjek yang memiliki tingkat subjective well-being tinggi
yaitu sebanyak 19 orang (79,16%) dan subjek yang memiliki tingkat subjective
well-being rendah sebanyak 5 orang (20,84%). Artinya subjek dengan tingkat
subjective well-being tinggi memiliki perasaan puas dalam menjalani kehidupan
pernikahannya dan mampu menerima kondisi suaminya yang tunanetra, serta
memiliki banyak afek positif dan sedikit merasakan afek negatif. Sedangkan
subjek dengan tingkat subjective well-being rendah, mereka memiliki tingkat life
satisfaction, positive affect, dan negative affect yang tinggi. Artinya mereka
memiliki kepuasan dalam hidupnya dan memiliki afek positif, namun mereka
sering juga memiliki afek negatif.