Abstract:
Penerapan pemberian upah tenaga kerja borongan kepada pekerja banyak
kita temukan di perusahaan pada saat ini. Namun, dalam pelaksanaan
pemberiannya terkadang pihak perusahaan masih kurang memperhatikan aturanaturan
yang diterapkan. Seperti memberikan aturan kewajiban tanpa adanya
penjelasan secara rinci mengenai besaran upah yang akan diterima pekerja pada
saat melakukan akad, sehingga menimbulkan kekecewaan dari pihak pekerja.
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui aturan pelaksanaan pemberian upah
tenaga kerja borongan menurut fikih muamalah dan undang-undang no.13 tahun
2003 tentang ketenagakerjaan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode kualitatif dengan pendekatan penelitian yuridis normatif.
Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan studi literatur atau
kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Pertama, aturan pemberian
upah tenaga kerja borongan harus memperhatikan rukun dan syarat diantaranya
kemauan kedua belah pihak saat melakukan akad dan mal mutaqawwin upah yang
diketahui jumlahnya. Kedua, pelaksanaan pemberian upah tenaga kerja borongan
dengan cara memberikan aturan yang mewajibkan pekerjanya agar berada di
gudang mulai hari senin hingga jum’at dengan tidak ditentukannya upah atas
pemberlakuan tersebut. Ketiga, pemberian upah di CV. Air Hajj Fenishello Desa
Bunter Kabupaten Sumedang tidak sesuai dengan salah satu syarat ijarah yaitu
kemauan kedua belah pihak saat melakukan akad dan mal mutaqawwin upah yang
diketahui jumlahnya.