Universitas Islam Bandung Repository

Kedudukan Anak Angkat Dalam Pembagian Harta Warisan Menurut Hukum Adat Dan Kompilasi Hukum Islam (Kasus Di Daerah Sulawesi Selatan - Adat Bugis)

Show simple item record

dc.contributor.author Geni, Putri Lenggo
dc.date.accessioned 2023-08-09T04:22:51Z
dc.date.available 2023-08-09T04:22:51Z
dc.date.issued 2020
dc.identifier.uri http://hdl.handle.net/123456789/30996
dc.description Skripsi Hukum en_US
dc.description.abstract Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil, yang terdiri dari seorang ayah, ibu dan anak. Dalam kenyataan tidak selalu ketiga unsur ini terpenuhi, dimana terdapat suatu keluarga yang tak kunjung dikaruniai keturunan, sehingga salah satu cara untuk mendapatkan keturunan adalah dengan cara mengangkat anak. Pelaksanaan pengangkatan anak tersebut tergantung dimana hukum adat itu dipertahankan dan dianut oleh suatu masyarakat. Bahkan terkadang terdapat titik persilangan antara ketentuan hukum adat dengan ketentuan yang ada dalam hukum Islam. Hal ini berlaku pula terhadap status dan kedudukan anak angkat yang terdapat di salah satu daerah di Indonesia yaitu pada masyarakat adat Bugis dan hubungannya dengan ketentuan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI). Penelitian ini bertujuan mengetahui kedudukan anak angkat di dalam masyarakat adat Bugis berdasarkan hukum adat dan Kompilasi Hukum Islam dan untuk mengetahui penyelesaian pewarisan anak angkat di masyarakat adat Bugis berdasarkan hukum adat dan Kompilasi Hukum Islam. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dan spesifikasi penulisan deskriptif analitis. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan terhadap bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, bahan hukum tersier. Metode analisis data yaitu analisis kualitatif dan menarik kesimpulan dengan menggunakan metode deduktif. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa kedudukan anak angkat menurut hukum adat Bugis yaitu anak angkat tidak diwajibkan memperoleh bagian dalam warisan orang tua angkatnya, melainkan kedudukan anak angkat tersebut hanya mendapat bagian yang besarannya berdasarkan nilai kasih dari si pewaris. Sedangkan kedudukan anak angkat menurut Pasal 171 huruf (h) KHI ialah tetap sebagai anak yang sah berdasarkan putusan pengadilan dengan tidak memutuskan hubungan nasab/pertalian darah dengan orang tua kandungnya. Adapun langkah penyelesaian sengketa pada masyarakat Bugis dapat dilakukan melalui musyawarah keluarga (tudang sipulung) dan melalui musyawarah adat (mapahkiade). Sedangkan menurut KHI penyelesaiannya dapat dilakukan melalui musyawarah bersama anggota keluarga atau melalui Pengadilan Agama untuk dilakukan pembagian warisan sebagaimana tertuang dalam Pasal 188 KHI. Selanjutnya terhadap penyelesaian sengketa pembagian warisan anak angkat, KHI memberikan langkah solutif yang tergambar di dalam Pasal 209 KHI, yaitu terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua angkatnya. Dan berdasarkan putusan pengadilan Purworejo tanggal 25 Agustus 1937 dan putusan RAAD VAN JUSTITIE tanggal 24 Mei 1940 bahwa anak angkat mendapat harta gono gini dari orang tua angkatnya. en_US
dc.publisher Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Islam Bandung en_US
dc.subject Anak Angkat, Hak Waris, Masyarakat Adat Bugis, Kompilasi Hukum Islam. en_US
dc.title Kedudukan Anak Angkat Dalam Pembagian Harta Warisan Menurut Hukum Adat Dan Kompilasi Hukum Islam (Kasus Di Daerah Sulawesi Selatan - Adat Bugis) en_US


Files in this item

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record

Search Unisba Repository


Browse

My Account