Abstract:
Di dalam era modernisasi dan globalisasi selain memberikan dampak positif
namun juga memberikan dampak negatif yaitu menimbulkan gejala-gejala sosial
yang dapat memberikan dampak buruk bagi masyarakat dan salah satu gejala
sosial yang menonjol ialah bermunculannya praktek prostitusi. Fenomena
prostitusi hingga saat ini masih menjadi masalah yang belum terselesaikan dan
merupakan fenomena yang tidak sesuai dengan norma yang berlaku di dalam
masyarakat baik itu norma agama maupun norma adat istiadat. Namun dengan
tindakan pemerintah menutup lokalisasi tersebut tidak membuat jera para pelaku
prostitusi, seiring berjalannya waktu tidak dipungkiri motif-motif baru
bermunculan untuk menutup wajah tempat prostitusi yang dibungkus dengan
tempat hiburan yang tidak jarang digunakan sebagai sarana untuk melancarkan
bisnis prostitusi agar terhindar dari pengawasan polisi dan pemerintah daerah
yang salah satunya adalah panti pijat. Oleh karena itu penulis melakukan
penelitian ini untuk mengetahui penegakan hukum terhadap pelaku usaha panti
pijat yang melakukan tindak pidana prostitusi dan juga faktor-faktor apa saja yang
menjadi hambatan bagi penegak hukum untuk memberantas tindak pidana
prostitusi terhadap pelaku usaha panti pijat (SPA). Dalam penelit ian ini metode
yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif yang secara deduktif dimulai
analisa terhadap perundang-undangan yang mengatur tindak prostitusi dan
didukung pendekatan yuridis empiris. Teknik pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan dan wawancara. Hasil penelitian
yang dilakukan menunjukan bahwa para pelaku usaha yang melakukan praktik
prostitusi adalah termasuk kedalam tindak pidana menurut Pasal 296 dan 506
KUHP selain itu terdapat PERDA yang sudah mengatur tentang praktik prostitusi.
Artinya tidak ada alasan bagi para penegak hukum untuk tidak menindak para
pelaku usaha panti pijat yang melakukan praktik prostitusi. Penegakan hukum
dalam menangani dan menanggulangi permasalah prostitusi di Kota Bandung
dilakukan oleh Polrestabes Bandung dan Satpol PP. Penegakan Hukum yang
dilakukan adalah melalui operasi penertiban dan juga administratif, Adapun
sanksi yang diberikan oleh aparat penegak hukum dalam hal ini yaitu Sanksi
administratif berupa pencabutan ijin usaha, penyegelan, penutupan tempat usaha
hingga sanksi pidana. Dalam penegakan hukum terhadap pelaku usaha yang
melakukan tindak prostitusi terdapat beberapa hambatan diantaranya kurangnya
kesadaran masyarakat dalam menindak para pelaku usaha panti pijat, perundangundangan
yang ada belum dapat mengakomodir para penegak hukum untuk dapat
menindak tegas para pelaku usaha salah satunya adalah para penegak hukum baru
dapat menindak para pelaku apabila pelaku secara langsung tertangkap tangan
sedang melakukan praktik prostitusi.