Abstract:
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh banyaknya lembaga keuangan syariah
yang melakukan transaksi dengan menggunakan dua akad. Salah satunya PT
BPRS Al Salaam cabang Bandung dalam melakukan proses transaksi pembiayaan
sepeda motor. Banyak hadits dan pendapat ulama Islam yang berpendapat
membolehkan dan tidak membolehkan penggunaan dua akad dalam satu
transaksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui boleh atau tidaknya
multiakad dilakukan dalam transaksi pembiayaan sepeda motor di PT BPRS Al
Salaam menurut Hukum Islam dan KUH Perdata.
Metode penelitian yang dilakukan adalah yuridis normatif, dengan
menganalisis keabsahan multi akad melalui studi pustaka dari buku-buku
pendukung diantaranya sulubus salam, multi akad dalam transaksi syari’ah
kontemporer pada lembaga keuangan syariah, fatwa DSN, kemudian Undang-
Undang diantaranya KUH Perdata, UU No 21 tahun 2008, selanjutnya melalui
studi dokumenter berupa dokumen yang sesuai dengan permasalahan yang diteliti
seperti klausul jual beli selanjutnya wawancara lagsung dengan pimpinan cabang
dan karyawan terkait pelaksanaan multi akad.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, multi akad hukumnya haram.
Karena Pelaksanaan multi akad (murabahah, uang muka, jaminan fidusia, dan
asuransi) di PT BPRS As Salaam cabang Bandung tidak sesuai dengan sabda
Rasulullah SAW, tidak halal adanya dua kesepakatan dalam satu
kesepakatan.Nash ini mengungkapkan lafal shafqa-tayni fi shafqah wahidah (dua
kesepakatan dalam satu kesepakatan) secara mutlak, yakni tanpa disertai batasan
atau sifat tertentu, misalnya kesepakatan yang disertai hal-hal yang haram. Jadi
yang dilarang adalah penggabungan akad secara mutlak; tanpa melihat lagi
apakah penggabungan akad ini disertai keharaman atau tidak.Pemahaman
nashyang demikian itu didasarkan pada kaidah usul fikih yang
menyebutkan:“Lafal mutlak tetap dalam kemutlakannya selama tidak ada dalil
yang membatasinya”. Dan Rasulullah SAW bersabda, tidakhalal adanya dua
syarat dalam satu transaksi jual beli, Menurut para fukaha, larangan hadis ini
diantaranya mencakup adanya bai’ wa syarth yaitu salah satu pihak dalam akad
bai’-nya mensyaratkan kepada pihak lain akad/tansaksi lain baik hutang, sewa,
kontrak kerja dan bai’ yang lainnya. Dalam hadisnya Nabi saw, mengatakan “la
yahillu” (tidak halal). Ini adalah qarinah jazim yang menunjukkan bahwa apa
yang dilarang itu adalah haram, karena lafal “tidak halal” maknanya haram.
Dengan demikian akad yang didalamnya terjadi dua akad(transaksi) merupakan
akad(transaksi) yang batil.