Abstract:
Illegal logging merupakan masalah yang sangat serius dalam sektor
kehutanan Indonesia saat ini, karena tidak hanya terjadi di hutan produksi tetapi
sudah merambah ke kawasan lindung dan konservasi. Penegakan hukum
terhadap para pelaku tindak pidana illegal logging saat ini, masih mengacu pada
ketentuan Undang undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan. Dalam
tindak pidana illegal logging kadangkala sulit untuk menetukan masalah
pertanggungjawaban pidana. Karena dengan mengacu Undang undang Nomor 41
Tahun 1999 Tentang Kehutanan maka yang dapat dikenakan
pertanggungjawaban pidana hanyalah pelaku langsung yang ada dilapangan,
sedangkan aktor intelktualnya bebas dari jeratan hukum. Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis mengenai pertanggungjawaban
pidana bagi pelaku tindak pidana illegal logging yang dilakukan secara bersamasama
dihubungkan dengan Pasal 55 KUHP. Selain itu, untuk mengetahui dan
menganalisis UU No.41 Tahun 1999 tentang kehutanan terutama mengenai
penerapan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana illegal logging yang
dilakukan secara bersam-sama.
Dalam skripsi ini penulis menggunakan metode deskriptif analitis dan
pendekatan secara yuridis normative. Dengan metode tersebut penulis
menganalisis permasalahan dari sudut hukum berdasarkan peraturan perundangundangan
yang ada, dengan pendekatan hukum pidana materil dan formil.
Berdasarkan hasil penelitian, pertanggungjawaban pidana bagi pelaku
tindak pidana illegal logging dilakukan secara bersama-sama dihubungkan
dengan Pasal 55 KUHP dan Undang undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang
Kehutanan menganut sistem pembebanan pertanggungjawaban pidana sama
terhadap pelaku yang terlibat. Pertanggungjawaban pidana tersebut hanya
dikenakan terhadap pelaku materil, hal ini akan mengakibatkan perlakuan yang
tidak adil dalam dijatuhkannya sanksi pidana, sehingga akan mengurangi rasa
keadilan masyarakat, karena dengan kualitas dan akibat perbuatan yang tidak
sama terhadap pelaku turut serta, dapat dipidana maksimum sama dengan si
pembuat. Selain itu pula, undang-undang tersebut belum mampu memberikan
efek jera bagi para pelakunya. Hal ini karena Undang-Undang Kehutanan lebih
ditekankan pada sanksi administrasi dan perdata, setelah itu baru sanksi pidana
ditereapkan.