Abstract:
Pasca Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan yang membatalkan secara
keseluruhan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian yang
merupakan pengganti Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian
yang memuat pembaharuan hukum, maka status badan hukum pada koperasi menjadi
kembali tidak tegas. Padahal, dengan status badan hukum yang tidak tegas, koperasi akan
sulit berperan secara nyata kontribusinya terhadap perekonomian nasional, terlebih
dengan perkembangan tata ekonomi yang ada, koperasi dituntut memiliki status badan
hukum. Selain itu, koperasi akan kesulitan untuk mensejajarkan kedudukannya dengan
badan usaha lain yang berbadan hukum, seperti perseroan terbatas. Penulisan skripsi ini
meneliti pertimbangan-pertimbangan hukum yang digunakan dalam putusan Mahkamah
Konstitusi yang membatalkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 Tentang
Perkoperasian khususnya terkait status badan hukum pada koperasi, serta dampak putusan
tersebut bagi pengembangan koperasi pada masa yang akan datang.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode pendekatan yuridis normatif
dengan spefikasi penelitian yang bersifat analitis deskriptif, penulis memberikan
gambaran mengenai pokok permasalahan yang dikaji. Kemudian data yang diperoleh
disusun secara kualitatif.
Dari hasil penelitian, maka pertimbangan hukum yang digunakan dalam putusan
Mahkamah Konstitusi yang membatalkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012
tentang Perkoperasian, khususnya terkait status badan hukum pada koperasi adalah pasal
yang mengatur tentang status badan hukum pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012
tentang Perkoperasian termasuk ke dalam pasal-pasal yang menyalahi ruh konstitusional
koperasi sebagai entitas pelaku ekonomi yang khas dengan filosofi gotong royong,
disamping pasal tentang a) tugas Pengawas mengusulkan Pengurus, kewenangan
Pengawas menerima dan menolak anggota baru serta memberhentikan anggota,
kewenangan pengawas memberhentikan Pengurus untuk sementara waktu, dan Pengurus
dipilih dan diangkat pada Rapat Anggota atas usul Pengawas; b) Pengurus koperasi dapat
dipilih dari non-anggota; c) modal koperasi yang terdiri dari Setoran Pokok, SMK, Hibah,
Modal Penyertaan, dan Modal Pinjaman; hingga d) larangan koperasi membagikan
kepada anggota SHU yang berasal dari transaksi dengan non-anggota. Dampak atas
putusan tersebut bagi pengembangan koperasi pada masa yang akan datang adalah
tegasnya kekuatan dan jaminan kepastian hukum pada koperasi, kuatnya kedudukan
koperasi sebagai subyek hukum, koperasi mampu menempati posisi yang sejajar dengan
badan hukum lainya seperti perseroan terbatas; dan koperasi akan terhindar dari kendala
keterbatasan akses permodalan.