Mediation in Islamic perspective is a method of resolving disputes by peaceful means. The application of the concept of Islah and tahkim can be equated with the mediation process on the provision of third party involvement as a mediator or Hakam to be a middle way for the parties to the dispute. The issue behind this writing of mediation is the number of divorce cases (divorce and a contested divorce) in the Religious Courts Bandung. The research on mediation is conducted with divorce proceedings, because mediation is the spearhead of the last peace in the neighborhood Justice. The method is descriptive analysis method. The author would like to describe and analyze the application of mediation in Bandung Religious Court then interpreted through the phenomenon in a divorce case in the Religious Bandung. Mediation in divorce cases in the Religious Bandung experiencing periodic bluntness, mediation has not effectively reconcile the litigants, recently acquired in Bandung Religious Courts, cases successfully mediated in 2013 only 7.7%, whereas in 2014 5, 7%, judging from the success percentage is no deterioration of 2.7%. So it can be said that mediation in the Religious Bandung ineffective. A decrease in the success of mediation in 2014 showed the failure of mediation, which investigated yet reached 50%. A maximum of 30.5% success was obtained Bandung Religious Court. A factor causing the failure of mediation in this case is the confidence of the parties to remain divorced, lack of compliance and the implementation of community mediation is not in accordance with the theory of mediation in Islam altogether. Then factor of success is the agreement of the parties, the mediator aspect, time, and facilities mediation. Thus, the failure of mediation in Bandung Religious Court because of two sides that are no longer in reconciled and united again. As well as the implementation of mediation which do not meet all the elements of the reconciliation process as outlined in the reconciliation theory covering aspects of the parties’ awareness and standard abilities as a mediator (Musleh).
Mediasi dalam persfektif Islam merupakan metode penyelesaian sengketa dengan jalan damai, penerapan konsep Islah dan Tahkim dapat dipersamakan dengan proses mediasi mengenai ketentuan keterlibatan pihak ketiga sebagai penengah atau hakam yang dapat menjadi jalan tengah bagi pihak-pihak yang bersengketa. Adapun permasalahan yang melatarbelakangi penulisan tentang mediasi ini adalah banyaknya perkara perceraian (cerai gugat dan cerai talak) yang masuk ke Pengadilan Agama Bandung. Untuk itu penulis melakukan penelitian mengenai mediasi dalam proses perkara perceraiannya, karena mediasi merupakan ujung tombak terakhir perdamaian di lingkungan Peradilan. Metode yang penulis gunakan adalah metode penelitian deskriptif analisis. Penulis ingin mendeskripsikan serta menganalisa penerapan mediasi di Pengadilan Agama Bandung untuk kemudian diinterpretasi melalui fenomena dalam kasus perceraian di Pengadilan Agama Bandung. Mediasi dalam perkara perceraian di Pengadilan Agama Bandung mengalami ketumpulan secara berkala, mediasi sudah tidak efektif mendamaikan para pihak yang berperkara, dari survei yang diperoleh di Pengadilan Agama Bandung, perkara yang berhasil di mediasi tahun 2013 hanya 7,7%, sedangkan tahun 2014 5,7%, dilihat dari persentasenya ada kemerosotan keberhasilan sebanyak 2,7%. Sehingga dapat dikatakan bahwa mediasi di Pengadilan Agama Bandung tidak efektif. Adanya penurunan keberhasilan mediasi pada tahun 2014, menunjukkan kegagalan mediasi, yang diteliti belum mencapai angka 50%. Maksimal keberhasilan adalah 30,5 % yang diperoleh Pengadilan Agama Bandung. Faktor penyebab gagalnya mediasi dalam perkara ini adalah keyakinan para pihak untuk tetap bercerai, kurangnya kepatuhan masyarakat serta implementasi mediasi yang belum sesuai dengan teori mediasi dalam islam sepenuhnya. Kemudian faktor keberhasilannya adalah kesepakatan para pihak, aspek mediator, waktu serta sarana dan prasarana mediasi. Dengan demikian, kegagalan mediasi di Pengadilan Agama Bandung pada dasarnya karena faktor kedua belah pihak yang sudah tidak dapat di damaikan lagi dan bersatu lagi. Serta implementasi mediasinya yang belum memenuhi semua unsur islah sebagaimana dijelaskan dalam teori islah yang meliputi aspek kesadara para pihak dan standar kemampuan sebagai seorang mediator (muslih).