Abstract:
Kompilasi Hukum Islam sebagai hasil kodifikasi dan unifikasi hukum Islam
dalam kerangka pembaharuan, peningkatan dan penyempurnaan hukum Islam di
Indonesia, merupakan perangkat hukum positif Islam untuk melaksanakan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Konsep ahli waris pengganti merupakan salah
satu hasil penerobosan kodifikasi (penyusunan) Kompilasi Hukum Islam dalam
bidang hukum kewarisan Islam, yaitu diberikannya hak seorang ahli waris yang telah
meninggal dunia kepada keturunannya yang masih hidup. Aturan mengenai hal ini
tercantum dalam ketentuan Pasal 185 Kompilasi Hukum Islam.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lebih jelas mengenai konsep dan
kedudukan anak-anak saudara pewaris (keponakan) sebagai ahli waris pengganti
dalam sistem kewarisan Islam menurut Kompilasi Hukum Islam dan penerapannya
dalam lapangan praktek, serta pertimbangan hukum hakim dalam menetapkan ahli
waris pengganti dalam perkara perdata register Nomor : 0639/Pdt.G/2009/PA.Tsm.
Penelitian ini dilaksanakan di Kota Tasikmalaya, yaitu Pengadilan Agama Kota
Tasikmalaya dengan menggunakan metode penelitian dengan jenis dan sumber data
primer dan sekunder. Data primer diperoleh secara langsung atau dengan teknik
Tanya jawab (wawancara) langsung dengan pihak-pihak yang berkaitan. Sedangkan
teknik pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara membaca dokumen atau
peraturan serta buku-buku literatur yang berhubungan dengan materi yang akan
dikemukakan dalam skripsi. Setelah semua data terkumpul, maka data tersebut diolah
dan dianalisa secara kualitatif dan selanjutnya disajikan secara deskriptif.
Hasil yang diperoleh dari penelitian adalah (1) kedudukan anak-anak saudara
(keponakan) sebagai ahli waris pengganti dalam sistem hukum kewarisan Islam
menurut Kompilasi Hukum Islam berdasarkan putusan Pengadilan Agama Kota
Tasikmalaya No. 0639/Pdt.G/2009/PA.Tsm., adalah bahwa penggantian itu baru ada
apabila diantara para ahli waris yang digantikan kedudukannya tersebut harus ada
yang masih hidup, sedangkan dalam perkara a quo seluruh saudara kandung dari
pewaris telah meninggal dunia, sehingga seharusnya para penggugat berkedudukan
sebagai ahli waris langsung dari pewaris bukan sebagai ahli waris pengganti; (2)
adapun pertimbangan hukum Hakim dalam menetapkan ahli waris pengganti dalam
perkara perdata No. 0639/Pdt.G/2009/PA.Tsm., adalah didasarkan pada penafsiran
kata “dapat” dalam ketentuan Pasal 185 ayat (1) KHI, yang dapat dipahami bahwa
tidak ada kewajiban hukum untuk menerapkan pasal tersebut terhadap semua kasus
penggantian ahli waris. Pasal itu hanya bersifat fakultatif yang mengisyaratkan bahwa
pasal tersebut bukanlah suatu keharusan yang bersifat imperatif. Selain itu, Majelis
Hakim Pengadilan Agama Kota Tasikmalaya yang memeriksa perkara ini lebih
memedomani hasil Rumusan Bimbingan Tehnik (Bintek) Hakim Pengadilan Tinggi
Agama Makasar, Kendari, Palu, Semarang, Surabaya, Ambon, Mataram, Kupang,
dan Jayapura, yang menetapkan bahwa ahli waris pengganti hanya sampai cucu,
maka keponakan tidak dapat menggantikan ahli waris.