Abstract:
Perjanjian bagi hasil atas tanah pertanian adalah perjanjian yang diadakan antara pemilik tanah pertanian dengan penggarap yang berdasarkan perjanjian, itu penggarap diperkenankan oleh pemilik untuk menyelenggarakan usaha pertanian di atas tanah pemilik yang objek perjanjiannya bukan tanah melainkan sesuatu yang melekat pada tanah seperti tanaman-tanaman. Dalam skripis ini peneliti melakukan penelitian terhadap perjanjian bagi hasil atas tanah pertanian ubi cilembu yang dilakukan masyarakat Desa Cilembu Kabupaten Sumedang Provinsi Jawa Barat. Perjanjian bagi hasil yang dilakukan masyarakat di desa tersebut ternyata di buat dalam bentuk tidak tertulis (lisan), hal tersebut tentu dapat menimbulkan berbagai macam permasalahan terutama apabila salah satu pihak wanprestasi. Berdasarkan latar belakang di atas maka skripsi ini akan mengkaji kepastian hukum dari perjanjian bagi hasil atas tanah pertanian di Desa Cilembu Kabupaten Sumedang Provinsi Jawa Barat berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata juncto Undang-Undang No.2 Tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil, dan bagaimana akibat hukum bagi pihak yang melakukan wanprestasi dalam perjanjian bagi hasil atas tanah pertanian ubi cilembu yang dilakukan masyarakat Desa Cilembu Kabupaten Sumedang Provinsi Jawa Barat berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Penelitian ini menggunakan metode pendekatanyuridis normatif. Spesifikasi penelitian dengan cara deskriptif analisis. Tahap penelitiandilakukan melalui dua tahap yaitu studi kepustakaan dan penelitian lapangan.Teknik pengumpulan dataStudi dokumendan Wawancara (interview). Metode Analisis menggunakan metode yuridis kualitatif,
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh simpulan bahwa perjanjian bagi hasil yang dilakukan masyarakat Desa Cilembu yang dilakukan secara lisan tidak sesuai dengan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil yang menyebutkan bahwa semua perjanjian bagi hasil harus dibuat secara tertulis. Oleh karena itu, tentu perjanjian perjanjian secara lisan ini tidak memberikan kepastian hukum terutama dalam pelaksanaan hak dan kewajiban para pihak untuk melaksanakan perjanjian yang dibuat. Selain itu apabila terjadi sengketa karena salah satu pihak wanprestasi maka perjanjian yang dibuat secara lisan tidak dapat menjadi alat bukti yang kuat di pengadilan, sehingga alat-alat bukti yang lain harus dipergunakan, selanjutnya bagi pihak yang melakukan wanprestasi dalam perjanjian bagi hasil atas tanah pertanian ubi cilembu tetap harus bertanggung jawab dengan memberikan ganti kerugian sekalipun perjanjiannya dibuat secara lisan, tetapi tetap sah dan mengikat dan mempunyai akibat hukum karena dibuat sesuai dengan pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.