Abstract:
Pasal 110 KUHAP dan Pasal 138 KUHAP dalam rumusan kedua pasal
tersebut dapat terlihat bahwa ada ketidakseimbangan proses penegakan hukum
pidana formil antara kepolisian dan kejaksaan. Pada Pasal 110 ayat (4) KUHAP
ada konsekuensi berkas penyidikan dianggap selesai apabila dalam jangka waktu
14 hari Penuntut Umum tidak mengembalikan hasil penyidikan kepada penyidik,
sedangkan dalam Pasal 138 ayat (2) KUHAP tidak ada konsekuensinya bagi
penyidik apabila lebih dari 14 hari Penyidik tidak mengembalikan berkas perkara
ke Penuntut Umum. Permasalahan-permasalahan tersebut tentunya sangat
merugikan bagi tersangka. Tidak adanya batas berapa kali penyerahan atau
pengembalian kembali berkas perkara secara timbal balik dari penyidik kepada
penuntut umum atau sebaliknya, maka kemungkinan selalu bisa terjadi, bahwa
atas dasar pendapat penuntut umum hasil penyidikan tambahan penyidik belum
lengkap, berkas perkara bisa berlarut-larut mondar-mandir dari penyidik kepada
penuntut umum atau sebaliknya. Hal tersebut menimbulkan pertanyaan: Apakah
Pasal 110 jo Pasal 138 KUHAP memberikan kepastian hukum bagi tersangka?
Dan apakah Pasal 110 jo Pasal 138 KUHAP sudah sesuai dengan asas peradilan
cepat, sederhana, dan biaya ringan?
Metode penelitian yang digunakan dalam tulisan ini menggunakan
pendekatan yuridis normatif. Metode penelitian hukum normatif adalah suatu
prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika
keilmuan hukum dari sisi normatifnya. Menganalisa Pasal 110 jo Pasal 138
KUHAP dengan peraturan perundang-undangan lainnya apakah sudah sesuai
dengan asas kepastian hukum dan peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan.
Pasal 110 jo Pasal 138 KUHAP tersebut belum memberikan kepastian
hukum bagi tersangka. Dengan tidak adanya konsekuensi bagi penyidik apabila
dalam 14 hari penyidik tidak mengembalikan berkas perkara kepada penuntut
umum nantinya hal tersebut dapat dijadikan celah bagi oknum kepolisian dan
tersangka untuk tidak melanjutkan perkara tersebut. Dalam sistem hukum pidana
Indonesia mengenal adanya daluwarsa penuntutan yang diatur dalam Pasal 77 dan
79 KUHP. Jangka waktu untuk melakukan penuntutan dibatasi oleh waktu, hal ini
nantinya dapat dijadikan celah bagi tersangka untuk menghindari penuntutan bagi
dirinya sehingga tidak ada kepastian hukum dalam penegakan hukum pidana.
Pasal 110 jo Pasal 138 KUHAP belum sesuai dengan asas peradilan cepat,
sederhana dan biaya ringan.