Abstract:
Imam Syafi’i menggolongkan Muzara’ah dalam dua kategori hukum, yakni
Muzara’ah yang diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan. Hal tersebut
didasarkan pada hadist yang membolehkan dan melarang Muzara’ah. Sistem
kerjasama dalam bidang pertanian terdapat pula di Indonesia, salah satunya terdapat
di desa Cikole. Kerjasama yang dipraktekkan Desa Cikole yaitu petani pemilik lahan
menyerahkan lahan mereka untuk digarap oleh orang lain dengan sistem bagi hasil,
yang didalam kehidupan masyarakat setempat dikenal dengan istilah paroan kebon.
Penduduk Desa Cikole sebagian besar memeluk agama Islam. Apabila melihat
praktik keagamaan, penduduk disana bermadzhab Syafi’i. Menurut Max Weber
keagamaan itu mempengaruhi perilaku. Oleh karena itu, keagamaan di indikasikan
paham madzhan Syafi’i mempengaruhi perilaku petani kebun.
Terkait dari latar belakang masalah tersebut, rumusan dan tujuan
penelitiannya adalah (1) Akad Muzara’ah perspektif Imam Syafi’i (2) Pelaksanaan
kerjasama penggarapan kebun di desa Cikole kecamatan Lembang (3) Penerapan
akad Muzara’ah perspektif Imam Syafi’i terhadap kerjasama penggarapan kebun di
desa Cikole kecamatan Lembang.
Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis kualitatif. Teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah Kuisioner, Wawancara, dan Studi
Literatur. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah simple random
sampling.
Berdasarkan hasil penelitian, akad Muzara’ah perspektif Imam Syafi’i apabila
diikuti dengan Musaqah yakni kerjasama pemilik kebun/ladang dengan petani dalam
mengelola pepohonan yang ada dikebun itu. Hasilnya dibagi menurut kesepakatan
bersama. Pelaksanaan penggarapan kebun di Desa Cikole bibit ditanggung oleh
pemilik lahan, sementara penggarap hanya menggarap, mengurus termasuk menyiram
kebun tersebut. Hasilnya dibagi sesuai kesepakatan di awal. Dengan demikian,
penggarapan kebun di Desa Cikole akad pertanian/perkebunan sudah menerapkan
konsep akad Muzara’ah Imam Syafi’i.