| dc.contributor.author | Cahayati, Titin | |
| dc.date.accessioned | 2016-12-08T01:41:51Z | |
| dc.date.available | 2016-12-08T01:41:51Z | |
| dc.date.issued | 2016 | |
| dc.identifier.uri | http://hdl.handle.net/123456789/5658 | |
| dc.description.abstract | Saat ini berbagai tindak pidana di masyarakat semakin berkembang, khususnya organized crime dengan berbagai modus operandi yang sulit terungkap. Salah satu kendala yang dihadapi oleh sistem peradilan pidana (SPP) dalam mengungkap tindak pidana tersebut adalah memperoleh alat bukti yang sah sesuai dengan ketentuan Pasal 184 KUHAP. Pemerintah melalui UUPSK sebagai ratifikasi UNCAC dan UNTOC mengatur mengenai perlindungan terhadap saksi dan korban, termasuk di dalamnya adalah ketentuan mengenai whistleblower dan justice collaborator. LPSK dalam memberikan perlindungan terhadap whistleblower dan justice collaborator, harus didukung oleh SPP yang terintegrasi agar upaya tersebut dapat terlaksana. Praktiknya perlindungan yang diberikan terhadap whistleblower dan justice collaborator belum optimal meskipun telah dikeluarkannya SEMA No.4 Tahun 2011. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, dengan spesifikasi penelitian yang digunakan adalah deskriptif analisis, tahap penelitian dilakukan dengan studi kepustakaan, dan untuk menganalisis data menggunakan metode normatif kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa perlindungan hukum terhadap whistleblower maupun justice collaborator yang diatur dalam UUPSK telah dilaksanakan LPSK sesuai ketentuan yang berlaku. Namun, karena penegakan hukum juga mencakup komponen-komponen SPP, maka penegakan hukum akan selalu sesuai dengan subjektivitas dari masing-masing instansi penegak hukum. Sedangkan faktor-faktor pengahambat implementasi SEMA RI No.4 Tahun 2011 dalam memberikan perlindungan terhadap whistleblower maupun justice collaborator adalah daya ikat dari SEMA itu sendiri yang tidak kuat dan hanya bersifat himbauan bagi para hakim, sehingga putusan terhadap whistleblower dan justice collaborator antar hakim akan berbeda. Selain itu, SPP memiliki kebijakan dan pertimbangan masing-masing dalam memberikan perlindungan terhadap whistleblower dan justice collaborator. | en_US |
| dc.publisher | Fakultas Hukum Universitas Islam Bandung (UNISBA) | en_US |
| dc.subject | Implementasi SEMA RI No.4 Tahun 2011, perlindungan saksi dan korban, penegakan hukum pidana, SPP. | en_US |
| dc.title | Implementasi Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Perlakuan Bagi Pelapor Tindak Pidana (Whistleblower) dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama (Justice Collaborators) di Dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu Ditinjau Dari Aspek Perlindungan Saksi dan Korban Dalam Penegakan Hukum Pidana” | en_US |
| dc.type | Article | en_US |