This research is about an organization, namely Study Theatre of Unisba (Stuba), which applying a system of kinesics signs as a positive activity that is part of the persuasive communication. Same as other theaters, theatrical performances Stuba as a media communication showing the process of interaction symbols that related to the kinesics signs played by the performers. This process aims to show to the audience, both artists and art lovers within interprate messages from the performances in accordance with each of their own paradigm. This research using qualitative methods with semiotic approach. Kinesics sign are the main object of this research, which their were includes movement, gesture and mime shows in one whole theatre performance titled “Kisah Yang Terulang” created by M.D Ruhanda, sourced from the documentation and news feed collected by researcher in STUBA. The subject is also those people who get involves in this show, which are the director and all of the actors. The myth in this performance is about the mightiness and appetence. The appetence used to show through expression, movement, and gesture. Yet, in this story, there is a red fabric that could be represent as a symbol of “Appetence”. Accordingly, that is why a signs in the theatre able to be a sign of a sign that describe random characteristical, not only materially. The study refers to the metalanguage and connotation theory found by Roland Barthes as a signification analysis. Nevertheless, its obviously that semiotic signs which implied in an art performance such theatre has a big influences to comprehension of communication. Those actors whose get involve in the play, planning the performance with greatly in hope that audiences will amused and get the meaning of whole sign or symbols idea presented while the show on the play entirely from the start to the end at once. As well as epic theatrical showed by Brecht said that all the things which is relevant with morals must be delivered in entertaining way.
Penelitian ini mengkaji tentang sebuah organisasi teater bernama STUBA (Studi Teater Unisba) yang menerapkan sistem tanda kinesik sebagai suatu kegiatan positif yang merupakan bagian dari komunikasi persuasif. Sebagaimana teater lainnya, pertunjukan teater STUBA sebagai media komunikasi menampilkan proses interaksi simbol-simbol yang berkaitan dengan kinesik para pemain. Proses ini bertujuan untuk memberikan sajian kepada penonton baik seniman maupun penikmat seni dalam memaknai pesan dari sebuah pertunjukan sesuai pola pikir yang mereka miliki. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan semiotika. Objek dalam penelitian ini adalah tanda kinesik yang terdiri dari gerak, gesture, dan mime dalam pementasan teater dengan judul naskah dan pementasan “Kisah Yang Terulang” karya M.D Ruhanda, bersumber dari dokumentasi dan berita acara yang didapatkan oleh peneliti di Dapur STUBA. Dan yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah mereka yang terlibat dalam pertunjukan teater, yaitu sutradara dan pemain (aktor). Mitos dalam pementasan “Kisah Yang Terulang” adalah mengenai kekuasaan dan nafsu. Nafsu biasa diungkapkan melalui ekspresi, gerak, dan gesture. Namun dalam cerita ini sebuah kain berwarna merah pun bisa menjadi simbol dari “nafsu”. Maka tanda teater tidak hanya dapat berfungsi sebagai tanda mengenai tanda yang digambarkan sendiri secara material, tetapi juga berfungsi sebagai suatu tanda yang bisa jadi bersifat acak dengan sistem tanda lain. Dengan teori tentang metabahasa dan konotasi dari Roland Barthes sebagai pisau analisis pemaknaannya, maka sangat jelaslah bahwa tanda-tanda semiotik yang tersirat bahkan terkadang tersurat dalam sebuah karya seni seperti teater berpengaruh besar terhadap pemahaman komunikasi. Para pelaku teater merancang sedemikian rupa agar penonton dapat terhibur dan menangkap pesan dari simbol-simbol selama pertunjukan berlangsung dari awal hingga akhir. Hal ini sesuai dengan teater epik dari Brecht yang mengatakan bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan moral harus disampaikan dengan cara yang menghibur.