Abstract:
Peningkatan jumlah penduduk berbanding lurus dengan jumlah peningkatan
kebutuhan tempat tinggal. Sebagai dasar kajian ini, pada Q.S Al-A’raaf ayat 74 Allah
SWT telah memerintahkan manusia untuk mendirikan bangunan di atas lahan yang layak
bangun. Berdasarkan UU RI No. 10 Tahun 2001, status pemerintahan Kota Tasikmalaya
disahkan menjadi daerah otonom. Dengan adanya peningkatan status, Kota Tasikmalaya
mengalami perkembangan. Adanya perkembangan Kota Tasikmalaya yang pesat,
mengakibatkan meningkatnya kebutuhan ruang di perkotaan. Dengan lahan yang bersifat
tetap dan terbatas, timbul kesenjangan antara jumlah penduduk dengan kebutuhan
rumah sehingga mendorong berkembangnya isu permukiman kumuh yang salah satunya
dicirikan dengan tumbuhnya bangunan liar di sepanjang sungai dan rel kereta api.
Berdasarkan problematika tersebut, salah satu lokasi di Kota Tasikmalaya yang memiliki
indikasi terhadap isu kawasan permukiman kumuh adalah kawasan di sepanjang Sungai
Ciloseh dan bantaran rel kereta api. Untuk mengetahui tingkat kekumuhan, upaya dan
prioritas penanganannya maka dilakukan identifikasi terhadap kawasan permukiman
Ciloseh dengan menggunakan pembobotan terhadap 6 kriteria yang meliputi vitalitas non
ekonomi, vitalitas ekonomi, status tanah, kondisi prasarana, komitmen pemerintah dan
prioritas penanganan serta didukung dengan dasar ayat AL-Qur’an dan Hadist.
Berdasarkan hasil analisis, Blok 1 dengan kategori kumuh tinggi ditangani dengan
prioritas pertama menggunakan pendekatan Property Development, Blok 2 dengan
kategori kumuh sedang ditangani dengan prioritas kedua menggunakan Guide Land
Development dan Blok 3 dengan kategori kumuh rendah ditangani dengan prioritas
ketiga menggunakan Guide Land Development. Strategi untuk penanganan Blok 1 yaitu
diarahkan untuk menjadi pusat ekonomi (perdagangan) skala kawasan, upaya
penanganan Blok 2 dan 3 diarahkan agar tetap melindungi penduduk asal untuk tetap
berada pada kawasan blok asal.