Abstract:
Salah satu aspek dalam praktik perwakafan di Indonesia adalah perbuatan hukum wakaf wajib dicatat dan dituangkan dalam akta ikrar wakaf dan didaftarkan serta diumumkan yang pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan tata cara yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai wakaf. Adapun bukti pendaftaran atas harta benda wakaf adalah berupa sertifikat. Namun menurut data Badan Wakaf Indonesia, disebutkan bahwa tanah wakaf di Indonesia yang terletak di 435 ribu lokasi, lebih dari 30% masih belum memiliki sertifikat wakaf. Sebagai contoh, Masjid Jami Miftaahusssalam di Desa Jayamukti Kecamatan Leuwisari yang berdiri di atas tanah wakaf yang tidak memiliki sertifikat tanah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis status tanah wakaf yang tidak memiliki sertifikat menurut Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf serta menetapkan status dan akibat hukum Masjid Jami Miftâhussalam yang tidak memiliki sertifikat wakaf.
Berdasarkan aspek fokus dalam penelitian ini, maka metode yang digunakan adalah penelitian hukum normatif-empiris menggunakan studi kasus berupa produk perilaku hukum dengan mengkaji hukum normatif yang berlaku (studi pustaka) dan penerapan pada peristiwa in concreto guna mencapai tujuan yang telah ditentukan (studi lapangan). Adapun spesifikasi penelitian yang akan digunakan adalah penelitian hukum deskriptif menggunakan data primer dan sekunder.
Hasil penelusuran pustaka dan pengumpulan data di lapangan yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa dalam Hukum Islam tidak terdapat dasar hukum yang mewajibkan agar tanah wakaf memiliki sertifikat wakaf, namun terdapat anjuran untuk melakukan pencatatan sebagai bentuk upaya perlindungan hukum dan menghilangkan kebimbangan terhadap status harta wakaf. Sedangkan menurut Pasal 32 dan Pasal 69 Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tanah wakaf wajib didaftarkan ke Kantor Pertanahan untuk memperoleh sertifikat. Masjid Jami Miftâhussalam yang tidak memilki sertifikat tanah wakaf maka dalam daftar umum Kantor Pertanahan statusnya masih terdaftar sebagai hak atas tanah yaitu hak milik atas nama wakif, bukan merupakan tanah wakaf atas nama nazhir. Sehingga akibat hukumya, masjid tersebut tidak memiliki alat bukti otentik yang kuat sebagai tanah wakaf. Selain itu dengan tidak adanya sertifikat tanah wakaf, Masjid Jami Miftâhussalam tidak terdaftar dalam registrasi umum wakaf Departemen Agama dan Badan Wakaf Indonesia.