Abstract. The prevalence of Coronary Heart Disease in Indonesia is still very high and has become the highest cause of death for cardiovascular disease. Frequently people with heart disease are late in detecting early symptoms that tend to ignore the disease until it reaches the stage of a more severe. Therefore, secondary prevention should be sought as soon as possible by controlling coronary heart disease risk factors, namely through lifestyle changes and drug therapy. This can be obtained by treatment to the hospital one of them is Hospital Al-Islam Bandung, but not all people do the entire treatment recommended by a doctor, one of them is that patients who came in a heavy state , because they are wrong in perceiving the disease conditions experienced. The purpose of this study was to obtain empirical data on the relationship between illness perception with behavioral compliance. The method used in this study was correlational. Number of samples were 41 people with accidental sampling technique. The data collection was done by using a measuring instrument such as The Revised Illness Perception Questionnaire and compliance behavior questionnaire made by the researcher by referring to the theory of compliance by Sarafino. The result of data processing obtained the presence of high correlation between Treatment Control withCompliance (rs = 0,723, obtained medium correlation betweenIllness Perception dimensionConsequences withCompliance (rs = 0,505), Illness Coherence withCompliance (rs = 0,588 ), Identity with Compliance (rs = 0,411), Causes with Compliance (rs = 0,566), and Timeline Cyclical withCompliance, (rs = 0,477 ), and obtained low correlation betweenIllness Perception dimensionEmotions with Compliance, (rs = 0,325 ), Timeline Chronic withCompliance (rs = 0,334), Personal Control withCompliance (rs = 0,394). This shows that the more patients have an accurate perception of the illness then it will increasingly encouraging patients to adhere to the doctor's prescriptions. Abstrak. Prevalensi Penyakit Jantung Koroner di Indonesia masih sangat tinggi dan menjadi penyebab kematian tertinggi untuk penyakit kardiovaskular. Seringkali para pengidap penyakit jantung terlambat dalam mendeteksi gejala awal sehingga cenderung mengabaikan penyakitnya hingga mencapai tahap yang lebih berat. Oleh karena itu, pencegahan sekunder harus diusahakan secepat mungkin dengan cara pengendalikan faktor risiko penyakit jantung koroner, yakni melalui perubahan gaya hidup dan terapi obat-obatan. Hal ini bisa di dapatkan dengan melakukan pengobatan ke Rumah Sakit salah satunya Rumah Sakit Al-Islam Bandung, akan tetapi tidak semua individu melakukan seluruh pengobatan yang dianjurkan oleh dokter, salah satunya pasien yang datang dalam keadaan yang sudah berat, karena salah dalam mempersepsikan kondisi penyakit yang dialami. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan data empiris mengenai keeratan hubungan antara illness perception dengan perilaku compliance. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah korelasional. Jumlah sampel 41 orang dengan teknik accidental sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan alat ukur berupa The Revised Illness Perception Questionaire dan kuisioner perilaku compliance yang dibuat sendiri oleh peneliti dengan mengacu pada teori compliance dari Sarafino. Hasil pengolahan data diperoleh adanya hubungan yang tinggi antara Treatment Control dengan Compliance (rs = 0,723),diperoleh hubungan yang sedang antara Illness Perception dimensi Consequences dengan Compliance (rs = 0,505), Illness Coherence dengan Compliance (rs = 0,588 ), Identity dengan Compliance (rs = 0,411), Causes dengan Compliance (rs = 0,566), dan Timeline Cyclical dengan Compliance, (rs = 0,477 ), dan diperoleh hubungan yang rendah antara Illness Perception dimensi Emotions dengan Compliance, (rs = 0,325 ), Timeline Chronic dengan Compliance (rs = 0,334), Personal Control dengan Compliance (rs = 0,394). Hal ini menunjukan bahwa semakin pasien memiliki persepsi yang akurat mengenai penyakitnya maka semakin mendorong pasien untuk mematuhi anjuran-anjuran dokter.
Prevalensi Penyakit Jantung Koroner di Indonesia masih sangat tinggi dan menjadi penyebab kematian tertinggi untuk penyakit kardiovaskular. Seringkali para pengidap penyakit jantung terlambat dalam mendeteksi gejala awal sehingga cenderung mengabaikan penyakitnya hingga mencapai tahap yang lebih berat. Oleh karena itu, pencegahan sekunder harus diusahakan secepat mungkin dengan cara pengendalikan faktor risiko penyakit jantung koroner, yakni melalui perubahan gaya hidup dan terapi obat-obatan. Hal ini bisa di dapatkan dengan melakukan pengobatan ke Rumah Sakit salah satunya Rumah Sakit Al-Islam Bandung, akan tetapi tidak semua individu melakukan seluruh pengobatan yang dianjurkan oleh dokter, salah satunya pasien yang datang dalam keadaan yang sudah berat, karena salah dalam mempersepsikan kondisi penyakit yang dialami. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan data empiris mengenai keeratan hubungan antara illness perception dengan perilaku compliance. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah korelasional. Jumlah sampel 41 orang dengan teknik accidental sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan alat ukur berupa The Revised Illness Perception Questionaire dan kuisioner perilaku compliance yang dibuat sendiri oleh peneliti dengan mengacu pada teori compliance dari Sarafino. Hasil pengolahan data diperoleh adanya hubungan yang tinggi antara Treatment Control dengan Compliance (rs = 0,723),diperoleh hubungan yang sedang antara Illness Perception dimensi Consequences dengan Compliance (rs = 0,505), Illness Coherence dengan Compliance (rs = 0,588 ), Identity dengan Compliance (rs = 0,411), Causes dengan Compliance (rs = 0,566), dan Timeline Cyclical dengan Compliance, (rs = 0,477 ), dan diperoleh hubungan yang rendah antara Illness Perception dimensi Emotions dengan Compliance, (rs = 0,325 ), Timeline Chronic dengan Compliance (rs = 0,334), Personal Control dengan Compliance (rs = 0,394). Hal ini menunjukan bahwa semakin pasien memiliki persepsi yang akurat mengenai penyakitnya maka semakin mendorong pasien untuk mematuhi anjuran-anjuran dokter.