Abstract:
Korupsi yang melibatkan para elit di tingkat nasional merupakan peristiwa
yang selalu mewarnai setiap liputan pers di Indonesia. Isu korupsi ini pun masih
menghiasi headline surat kabar nasional sampai semester pertama tahun ini.
Beberapa foto headline di surat kabar memperlihatkan aneka rupa ekspresi wajah
ditunjukkan para koruptor di KPK saat berhadapan dengan kamera televisi
maupun foto. Yang menarik perhatian disini adalah ekspresi para koruptor yang
tidak jarang terlihat menebar senyum, melambaikan tangan atau mengacungkan
dua jempol jarinya saat disorot kamera wartawan.
Berangkat dari isu nasional tersebut Peneliti melihat ada sebuah fenomena
komunikasi dalam foto jurnalistik yang menarik dikaji secara ilmiah. Kajian ini
berfokus pada bagaimana membaca sebuah foto yang termuat dalam sebuah
media massa, membaca makna denotasi, konotasi dan mitos dari foto tentang para
tersangka korupsi yang mengenakan rompi tahanan KPK di headline harian
Pikiran Rakyat edisi 21 Desember 2013, dan Koran Sindo edisi 4 dan 18 Oktober
2013 serta Republika edisi 27 September 2014 dengan menggunakan metode
peneletian kualitatif dan analisis semiotika Roland Barthes sebagai pisau bedah.
Hasil kajian makna denotasi, keempat foto tersebut menggambarkan para
koruptor yang sedang menggunakan rompi pesakitan tahanan KPK bewarna
oranye sebagai focus of interest dari foto dan pose yang ditunjukan para koruptor
kedepan wartawan yang sedang mengerumuninya melingkupi, ekspresi dan
gesture (gerak tubuh) yang beragam seperti, ekspresi datar, acuh, tersenyum,
mengangkat tangan, dan mengulurkan tangan. Banyaknya tanda, simbol dan
bahasa tubuh menimbulkan makna konotasi tentang ‘selebrasi’ para koruptor
ketika berhadapan dengan kamera wartawan dan makna mitos yang muncul
adalah adanya hukum alam bahwa tidak ada kekuasaan yang absolut selain
kekuasan Tuhan, munculnya sebuah mitos lama, yaitu korupsi adalah seni,
korupsi adalah simbol kecerdasan dan ketegasan KPK dalam memberantas
korupsi menegaskan mitos lama yaitu di mata hukum semua orang sama. Di
tingkat ini perlu dilakukan demitologisasi korupsi, yakni mengganti tacit
knowledge atau pemahaman masyarakat yang sudah terbiasa dan berurat berakar
tentang korupsi, dengan mitos-mitos positif.