Abstract:
Penggelapan (verduistering) diatur dalam bab XXIV (buku II) KUHP Pasal 372-
377. Pengertian yuridis mengenai penggelapan itu sendiri diatur dalam ketentuan Pasal 
372 KUHP. Pengertian dari penggelapan itu sendiri tidak dirumuskan secara khusus 
dalam KUHP. Penggelapan bukan berarti membuat sesuatu menjadi gelap atau tidak 
terang, namun memiliki pengertian yang lebih luas. Permasalahan yang diangkat dalam 
penulisan skripsi ini adalah mengenai begaimanakah ketentuan yuridis tindak pidana 
penggelapan dalam jabatan dan bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap 
pelaku tindak pidana penggelapan dalam jabatan berdasarkan putusan Pengadilan Negeri 
Nomor : No. 177/Pid.B/2011/PN.SMI  
Dalam penelitian skripsi ini metode yang digunakan adalah penelitian yuridis 
normatif yaitu suatu metode yang berdasarkan atas studi kepustakaan untuk mendapatkan 
data yang sesuai dengan materi yang diperlukan.  
Ada beberapa bentuk tindak pidana penggelapan, baik dalam penggelapan dalam 
bentuk pokok yang diatur dalam Pasal 372 KUHP yang merupakan ketentuan yuridis dari 
tindak pidana penggelapan itu sendiri, penggelapan ringan yang diatur dalam Pasal 373 
KUHP, penggelapan dalam bentuk pemberatan dimana ada ketentuan khusus yang 
menyebabkan tindak pidananya dijadikan alasan pemberatan yang diatur dalam Pasal 374 
dan 375 KUHP dan tindak pidana penggelapan dalam keluarga yang diatur dalam Pasal 
376 KUHP. Tindak pidana penggelapan dalam jabatan itu sendiri terdiri dari unsur-unsur 
objektif berupa perbuatan memiliki, objek kejahatan sebuah benda, sebagian atau 
seluruhnya milik orang lain dan dimana benda berada dalam kekuasaannya bukan karena 
kejahatan dan unsur-unsur subjektif berupa kesengajaan dan melawan hukum. Selain itu 
ada beberapa unsur khusus yang digunakan terhadap tindak pidana penggelapan dalam 
jabatan yaitu karena adanya hubungan kerja, jabatan, dan mendapat upah khusus. Dari 
penelitian yang dilakukan penulis berdasarkan putusan yang dijatuhkan hakim dalam 
penanganan kasus penggelapan dalam jabatan dalam putusan No. 
177/Pid.B/2011/PN.SMI maka penulis menyimpulkan bahwa penjatuhan sanksi pidana 
yang dilakukan hakim terhadap terdakwa atas tuntutan penuntut umum terhadap Pasal 
374 KUHP yaitu penggelapan dengan pemberatan adalah tidak tepat karena unsur-unsur 
yang terdapat dalam ketentuan yuridis mengenai penggelapan yang terdapat dalam 
ketentuan Pasal 372 KUHP sudah terpenuhi, baik unsur objektif maupun subjekifnya. 
Selain itu ketentuan khusus yang memberatkan dalam hal ini terdakwa menggunakan 
jabatan yang dimilikinya untuk melakukan penggelapan juga sudah terpenuhi.