dc.description.abstract |
Dalam kebijakan bauran energi nasional 2025 Indonesia, pemerintah
mengharapkan pemakaian batubara mencapai 33%. Limbah pencucian batubara
masih mengandung batubara yang masih bisa diambil dan dimanfaatkan. Akan
tetapi limbah pencucian batubara ini memiliki kadar abu yang tinggi karena terdapat
banyak material pengotor. Oleh karena itu, penurunan atau penghilangan kadar abu
adalah salah satu cara untuk memanfaatkan batubara yang ada dalam limbah
pencucian batubara tersebut.
Metoda yang dilakukan adalah dengan metoda pelarutan dalam suatu
autoklaf yang akan menghasilkan produk yang dinamakan hyper coal atau coal ash
free, yaitu batubara dengan kadar abu yang sangat kecil (<1%). Limbah pencucian
batubara yang digunakan berasal dari PT Kaltim Prima Coal, Kutai Timur,
Kalimantan Timur. Sampel yang digunakan, yaitu dirty lime coal (SP6A), coarse
discharge coal (SP7A ) dan clean coal (SP8A). Untuk larutan yang digunakan
adalah 1-methylnaphthalene. Sampel yang digunakan ±25 gram dan larutan dengan
perbandingan 1 : 3, 1 : 6 dan 1 : 9. Suhu yang digunakan adalah ±300°C selama 1
jam.
Kadar abu sampel sebelum dilakukan proses penurunan kadar abu masingmasing,
SP6A 27.07%, SP7A 54.66% dan SP8A 25.47%. Setelah proses dilakukan,
kadar abu batubara masing-masing SP6A 1 : 3 = 0.3%, 1 : 6 = 0.27% dan 1 : 9 =
0.05%. SP7A 1 : 3 = 0.08%, 1 : 6 = 0.13% dan 1 : 9 = 0%. SP8A 1 : 3 = 0%, 1 : 6 =
0.2% dan 1 : 9 = 0.17%. Yield batubara proses penurunan kadar abu SP6A 1 : 3 =
2.11%, 1 : 6 = 4.96% dan 1 : 9 = 6.55%. SP7A 1 : 3 = 2.23%, 1 : 6 = 2.87% dan
1 : 9 = 4.31%. SP8A 1 : 3 = 1.72%, 1 : 6 = 5.44% dan 1 : 9 = 6.74%. Perbandingan
batubara dengan larutan 1 : 3 sudah cukup untuk memisahkan abu dalam batubara.
Tetapi untuk keseluruhan dari kualitas dan perolehan yang didapatkan hyper coal
dengan perbandingan 1 : 9 adalah yang paling baik. |
en_US |