Abstract:
Gerhana bulan merupakan salah satu tanda kebesaran Allah SWT., di mana setiap
umat Islam disunnahkan jika terjadi gerhana untuk berdoa kepada Allah,
melaksanakan shalat gerhana, bertakbir, dan bersedekah. Dalam sumber hukum
Islam, gerhana Bulan tidak dijelaskan dengan rinci apakah yang terjadi adalah
gerhana bulan umbra ataupun penumbra. Akan tetapi, dalam dunia astronomi,
bayangan umbra dan penumbra dapat diketahui dengan bantuan alat optik. Pada
tahun 2016 terdapat himbauan Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah di
Yogyakarta yang menjelaskan bahwa tidak disunnahkan untuk melakukan shalat
gerhana karena yang terjadi adalah gerhana Bulan penumbra dan untuk melihat
gerhana haruslah dilihat dengan mata telanjang bukan dari bantuan alat canggih.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pandangan
Muhammadiyah, Persatuan Islam dan Nahdlatul Ulama terhadap fenomena
gerhana Bulan penumbra terkait dengan kebijakan salat gerhana. Penelitian ini
menggunakan metode kualitatif dengan upaya mendeskripsikan dan menganalisis
konsep. Simpulan dari penelitian ini, bahwa dari ketiga ormas Islam tersebut
sama-sama tidak mensyariatkan salat gerhana ketika gerhana Bulan penumbra
dengan alasan bahwa gerhana Bulan penumbra jika dilihat dari kasat mata tidak
terlihat seperti terjadi gerhana dan jika dilihat dengan alat yang canggih cahaya
Bulan hanya terlihat redup saja. Sehingga ketiganya tidak mensyariatkan salat
gerhana.
Kata Kunci: Gerhana, Bulan, Salat, Ormas Islam