Abstract:
Dewasa ini banyak transaksi jual beli yang masih diragukan kesesuaiannya
dengan hukum Islam dan belum dipastikan kebolehan ataupun keharamannya. Ada
pula bentuk transaksi yang lazim dilakukan oleh sekelompok masyarakat tertentu
yang sudah menjadi tradisi, sehingga seolah-olah hal ini dibenarkan walaupun dari
sisi syar’i hal ini terlarang. Salah satu bentuk jual beli yang diragukan tersebut adalah
jual beli sepatu imitasi merek adidas menurut undang-undang nomor 8 tahun 1999
tentang perlindungan konsumen dihubungkan dengan fikih muamalah. Satu sisi,
termasuk dalam transaksi yang dilarang karena status barang rekondisi, namun di sisi
lain objek barangnya tidak termasuk barang haram (najis) serta rukun syarat jual beli
pun sudah terpenuhi secara umum. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut,
maka dirumuskan permasalahannya ke dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :
Bagaimana teori jual beli dalam Fiqh Muamalah dan Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen ? Bagaimana jual beli sepatu imitasi
merek adidas menurut undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan
konsumen dihubungkan dengan fikih muamalah? Analisis tinjauan jual beli dalam
Fiqh Muamalah terhadap jual beli handphone rekondisi dengan harga promo
dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen ?
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif,
Jenis data menggunakan data primer dan sekunder, tekhnik pengambilan data
dilakukan dengan studi literatur dengan cara melakukan pengumpulan data dan
teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis kualitatif.
Simpulan dari penelitian ini adalah jual beli sepatu imitasi diperbolehkan
menurut konsep fikih muamalah, pelaksanaan jual beli sepatu imitasi sudah
memenuhi rukun seperti penjual, pembeli, barang dan ijab Kabul. Hanya saja barang
yang dijual tidak memenuhi syarat yaitu keaslian barang yang dijual berdasarkan
undang-undang dan fikih muamalah jual beli adalah sah bila terpenuhi rukun dan
syaratnya. Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Pasal
menjelaskan bahwa ha katas konsumen mendapatkan kenyamanan, keamanan,
keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan jasa serta berhak mendapatkan
kejelasan informasi yang jelas atau kondisi barang dan berhak mendapat jaminan
atas barang tersebut. Namun pada faktanya sepatu tersebut tidak sesuai atau
bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen