Abstract:
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertanggungjawaban pidana
terhadap pelaku tindak pidana penjualan satwa yang dilindungi Owa Jawa yang
memiliki nama ilmiah Hylobates moloch menurut Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
serta untuk mengetahui efektivitas hukum pidana terhadap pelaku penjualan satwa
yang dilindungi Owa Jawa.
Metode penelitian ini menggunakan yuridis normatif dengan
menggunakan data sekunder berupa bahan hukum primer, sekunder, dan tersier
yang diperoleh melalui studi kepustakaan (libray research) dengan mengunakan
spesifikasi yuridis kualitatif yang merupakan penelitian yang bertitik tolak dari
peraturan perundang-undangan konservasi sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya serta peraturan menteri lingkungan hidup yang mengatur jenis
satwa dan tumbuhan yang dilindungi dan kemudian dianalisis secara kualitatif
dengan analisis silogisme hukum secara deduksi.
Hasil penelitian tinjauan yuridis perdagangan satwa Owa Jawa
dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya belum memberikan perlindungan
terhadap satwa Owa Jawa karena terbukti dilapangan masih banyak kasus
penjualan Owa Jawa yang terjadi di seluruh Indonesia, baik yang terjadi melalui
metode konvensional maupun metode daring. Banyaknya kasus penjualan satwa
Owa Jawa disebabkan karena kurangnya kesadaran hukum dan wawasan
masyarakat terhadap jenis satwa yang dilindungi dan sulitnya aparat penegak
hukum untuk memberantas mata rantai penjualan satwa dikarenakan
perkembangan teknologi memberikan celah terhadap pelaku penjualan satwa yang
dilindungi untuk memperjual belikan melalui media sosial.
Saran dari peneliti ini agar pemerintah lebih memperhatikan dan peduli
terhadap satwa-satwa endemik seperti Owa Jawa agar tidak punah. Kemudian
pemerintah perlu merevisi Undang-Undang Konservasi yang baru dengan aturan
yang lebih komprehensif dan ancaman pidana yang berat terhadap pelaku supaya
menimbulkan efek jera dan bisa menekan angka perdagangan satwa yang
dilindungi, serta aparat penegak hukum harus bersifat aktif dalam menangani
kasus-kasus penjualan satwa yang dilindungi.