Description:
Dibuatnya Undang-Undang Perlindungan Konsumen bertujuan untuk menghindari perbuatan kesewenang-wenangan dalam kegiatan ekonomi yang dilakukan pelaku usaha terhadap konsumen. Para ahli hukum Islam berpendapat bahwa Undang-Undang Perlindungan Konsumen berisi etika bisnis yang substansinya hampir sama dengan apa yang telah ditetapkan oleh Islam. Namun, bagaimanapun juga sebagai hukum yang dibuat oleh manusia, Undang-Undang Perlindungan Konsumen memiliki beberapa kekurangan. Secara garis besar, keseimbangan antayang diatur dalam UUPK adalah cenderung keseimbangan yang merujuk kepada terpenuhinya keinginan masing-masing di antara pelaku usaha dan konsumen daripada menyoroti hal-hal yang sifatnya esensial. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif-komparatif. Untuk mengkaji permasalahan di atas maka diadakan teknik pengumpulan data secara kepustakaan, dengan mengadakan penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, al-Qur’an, hadis, kitab-kitab fiqih, dan kitab Undang-Undang. Definisi konsumen yang diatur dalam UUPK maknanya lebih sempit dibandingkan dengan pemaknaan terhadap pelaku usaha (tidak seimbang). Pengertian yang seimbang dari keduanya akan membawa pengaruh positif terhadap cakupan konsumen yang harus dilindungi sebagaimana yang di atur dalam hukum Islam. UUPK Pasal 18, mengatur hal menyangkut dengan adanya pencantuman klausula baku atau pernyataan selanjutnya setelah perjanjian awal oleh pelaku usaha tentang suatu produk yang hal ini hanya dilakukan secara sepihak. Hal ini bertentangan dengan apa yang diatur dalam Islam bahwa hubungan kontraktual kedua belah pihak dapat dianggap baik, jujur, adil dan seimbang jika mengetahui hakikat dan kondisi persetujuan yang disepakati pada awal proses transaksi atau promosi (umum). Karena tidak terdapat pengkhususan pada perjanjian awal untuk memberlakukan produk dengan batas waktu tertentu. Dalam Islam terdapat larangan riba agar tidak terjadi nilai tukar yang tidak wajar, terdapat pemberlakuan al-Tas’ir agar tidak terjadi tindakan monopoli, dan adanya hak khiyar bagi pelaku usaha dan konsumen, yakni hak untuk meneruskan atau membatalkan transaksi jual beli bila terdapat unsur penipuan.