Abstract:
Penghentian terapi bantuan hidup pada pasien dapat dikategorikan sebagai
tindakan euthanasia. Bila ditinjau dari segi medis diatur dalam Kode Etik
Kedokteran Indonesia, khususnya pada Pasal 7d. Dengan demikian, dokter harus
berusaha memelihara dan mempertahankan hidup makhluk insani. Hal ini, berarti
jika dokter mengakhiri hidup pasien dengan cara euthanasia dianggap melanggar
KODEKI. Penghentian terapi bantuan hidup pada pasien merupakan tindakan
menghentikan sebagian atau semua terapi bantuan hidup yang sudah diberikan pada
pasien terminal state. Perkembangan pasien dalam kondisi terminal membuat
tindakan penghentian terapi bantuan hidup yang dapat dilakukan dengan syarat
ketat yang telah ditentukan dalam PMK No. 37 Tahun 2014, untuk memberikan
kepastian hukum dan perlindungan kepada pasien dan keluarga pasien, tenaga
kesehatan serta fasilitas pelayanan kesehatan sebagai pendukung.
Pasien terminal state yang mengalami ketidaksadaran (koma) yang tidak
sebentar maka penghentian terapi bantuan hidup dapat dilakukan untuk
menghentikan penderitaan pasien didalam kehidupan semunya dengan persetujuan
dari keluarga pasien terminal. Karena semua tindakan pengobatan sudah sia-sia dan
bahkan terapi bantuan hidup itu hanya membiarkan pasien hidup semu dengan
bergantung pada alat bantu yang pada dasarnya pasien telah meninggal. Jika dokter
tetap mempertahankan alat bantu napas pada pasien terminal yang dinyatakan telah
meninggal, dokter tersebut dianggap telah melakukan penganiayaan terhadap
pasien karena menunda kematian pasien, hal tersebut diatur dalam Pasal 351
KUHP, karena dokter dianggap melakukan penganiayaan pada pasien dan keluarga
pasien dapat menuntut pertanggung jawaban dokter secara pidana dan menuntut
ganti kerugian atas kelalaian dokter yang menimbulkan kerugian bagi pihak
keluarga pasien.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan Metode
Penelitian Yuridis Normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara
meneliti bahan pustaka dan data sekunder serta dasar Hukum Islam. Dalam
penelitian ini dimaksudkan untuk mencari data sekunder yang mencangkup dalam
bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat berupa peraturan
perundang-undangan, misalnya Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan, PMK No. 37 Tahun 2014 tentang Penentuan Kematian dan
Pemanfaatan Donor, KODEKI dan peraturan lain yang mendukung. Bahan hukum
sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer antara lain
pendapat para ahli hukum, buku-buku ilmiah, artikel makalah, hasil penelitian,
jurnal, dan literature internet, bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang
memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder
seperti kamus hukum, dan ensiklopedia.