Abstract:
Wakaf uang dipandang memiliki potensi yang sangat besar untuk
dikembangkan agar dapat menghasilkan dan berguna untuk pengembangan
aktivitas perekonomian umat. Agar manfaat dari wakaf uang berjalan optimal,
maka diperlukan pengelola yang mampu mengelolanya secara profesional, yaitu
nazhir. Dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 dijelaskan bahwa nazhir
meliputi perseorangan, organisasi dan badan hukum. Dalam penulisan skripsi ini
yang menjadi permasalahannya antara lain bagaimana ketentuan wakaf uang
menurut Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang
Wakaf dan menganalisis bagaimana pengelolaan wakaf uang secara produktif di
Dârut Tauhîd menurut Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004
Tentang Wakaf.
Penelitian dilakukan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif
yang dititikberatkan pada penggunaan data sekunde dengan menjadikan teori dan
pendapat dari para ahli serta peraturan perundang-undangan yang sesuai dengan
masalah yang diteliti. Serta spesifikasi penelitian secara deskriptif analisis,
berdasarkan data-data yang diperoleh secara kepustakaan maupun dengan
penelitian lapangan untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh dan sistematis
melalui suatu proses analisis dengan menggunakan asas-asas hukum dan
penelitian hukum.
Perspektif Hukum Islam menyatakan bahwa menurut Imam Al-Zuhri,
mewakafkan uang dan dinar hukumnya boleh, dengan cara menjadikan dinar
tersebut sebagai modal usaha, kemudian keuntungannya disalurkan pada mauquf
‘alaih. Wakaf Uang adalah wakaf yang dilakukan oleh seseorang, kelompok
orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai. Wakaf uang yang
dapat diwakafkan adalah mata uang rupiah. Penghimpunan wakaf uang di Dârut
Tauhîd dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Pengelolaan Wakaf
Uang di Dârut Tauhîd belum sepenuhnya sesuai dengan peraturan perundangundangan
yang berlaku di Indonesia. Dalam menghimpun dana wakaf uang,
Kantor Wakaf Dârut Tauhîd masih menggunakan Bank konvensional. Sedangkan
untuk pengembangan wakaf uang telah sesuai dengan peraturan perundangundangan
yang berlaku, dimana peruntukannya adalah untuk sarana dan kegiatan
ibadah yaitu perluasan Masjid dan Asrama, serta mendistribusikannya secara tidak
langsung kepada fakir miskin dan dhuafa melalui pengobatan yang dilakukan di
klinik Dârut Tauhîd.