Abstract:
FilmEat Pray Lovemerupakan movie ber-genre drama yang diproduksi di
Amerika Serikat pada tanggal 13 Agustus 2010 yang diperanakan oleh Julia
Roberts, mengangkat perbedaan kebudayaan dalam jalan cerita
filmnyaberdasarkan novel Eat, Pray, Love karya Elizabeth Gilbert. Syuting film
ini sendiri dimulai pada Agustus 2009. Lokasi syuting Eat Pray Love meliputi
New York (Amerika Serikat), Napoli (Italia), Pataudi (India), dan Bali
(Indonesia).
Masuknya Bali dalam film Eat Pray Love dikarenakan pembuat film ingin
melakukan pertukaran budaya dengan cara memahami hasil buah budi/karya
manusia yang berada di Bali. Dalam beberapa scene ditunjukkan bahwa, Elizabeth
Gilbert melakukan perjalanan, untuk mencari keseimbangan hidupnya setelah
melalui Napoli dan India. Liz, diceritakan mendapatkan petuah dari Ketut Liyer
yang merupakan seorang dukun penyembuh yang berada di Bali yang juga
mampu membaca garis tangan. Hal ini berdasarkan basic pertukaran budaya
dimana orang luar negeri senang untuk mempelajari kebudayaan yang berbeda
dan unik dari budaya asalnya sendiri. Berdasarkan setting pengambilan gambar
tersebut, penulis melihat beberapa aspek yang dikaitkan dengan fokus dalam
penelitian ini, menyangkut dengan keindahan alam Bali serta warisan budaya Bali
yang masih dipegang teguh oleh masyarakat Bali.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian kualitatif dengan pendekatan analisis semiotika Roland Barthes yang
dimana menurut Barthes melalui proses signifikansi terhadap suatu tanda, maka
akan dapat memunculkan suatu makna dan makna tersebut dapat berupa makna
Denotasi, Konotasi, dan Mitos. Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan
dalam penelitian ini adalah metode visual, teknik observasi, dan studi kepustakaan
mengenai pencarian jatidiri pada film ini. Objek penelitian ditujukan pada scenescene
yang dimana adegan tersebut mewakili pemaknaan warisan budaya.
Hasil yang didapat berdasarkan penelitian yang penulis lakukan adalah: 1)
Makna konotatif yang terdapat dalam film berupa, kepercayaan masyarakat Bali
dalam aktivitas kehidupannya. 2) Makna denotatif yang terdapat dalam film
terlihat dalam perwujudan fisik berupa rumah adat, sesajen yang diletakan baik di
tanah, di atas rumah, kendaraan (bus dan mobil), dan tempat peribadahan yang
terdapat dalam potongan-potongan scene yang relevan dalam film. 3) Mitos yang
terdapat dalam film, berupa gabungan dari makna konotatif dan makna denotatif,
yaitu berupa perwujudan ketaatan masyarakat Bali yang diwakilkan oleh para
pemain. Perwujudan ketaatan disini seperti: masyarakat Bali selalu rajin
memberikan persembahan kepada dewa dengan medium sesajen. Kegiatan
mempersembahkan sesajen ini adalah wujud penghormatan kepada dewa yang
terlah memberikan berkah kepada masyarakat sekitar. Sehingga mitos yang
ditekankan dalam film ini lebih merujuk kepada segi spiritual masyarakat Bali.