| dc.contributor.author | Putri, Chita Reziane Riyanto | |
| dc.date.accessioned | 2023-07-21T07:13:06Z | |
| dc.date.available | 2023-07-21T07:13:06Z | |
| dc.date.issued | 2020 | |
| dc.identifier.uri | http://hdl.handle.net/123456789/30948 | |
| dc.description.abstract | Kejahatan merupakan masalah abadi dalam kehidupan manusia, karena ia berkembang sejalan dengan berkembangnya tingkat peradaban umat manusia yang semakin kompleks. Berkaitan dengan kejahatan, maka kekerasan merupakan pelengkap dari bentuk kejahatan itu sendiri. Penerapan ketentuan pidana dalam KUH Pidana yang menghilangkan sifat melawan hukumnya, maupun menghapuskan kesalahan pada rumusan delik dalam praktik peradilan dirasakan tidak mudah. Kesulitan-kesulitan dialami justru idealisme hukum pidana semata-mata terpaku pada suatu akibat perbuatan dan tidak mengkaji akan dasar bertolaknya suatu peristiwa pidana. Pelajar di Malang yang membunuh begal karena melindungi teman wanitanya divonis hukuman satu tahun pembinaan oleh Hakim Pengadilan Negeri Kepanjen, Kabupaten Malang. Vonis tersebut sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Hakim memutuskan ZA terbukti melakukan tindakan penganiayaan berujung kematian berdasarkan Pasal 351 KUHP. Pasal yang digunakan dalam putusan pengadilan pembunuhan dalam bentuk pokok tidak cermat karena pasal tentang pembunuhan yang mana tujuan akhirnya untuk membunuh sedangkan pelaku melakukannya untuk pembelaan darurat yang melampaui batas yaitu pasal 49 ayat (2) dimana pelaku mengalami keguncangan jiwa yang hebat sebagai adanya ancaman atau serangan dari para begal. Dalam hukum pidana terdapat istilah noodweer atau alasan pemaaf. Hal itu tercantum dalam pasal 49 KUHP yang mengatur bahwa seseorang yang melakukan pembelaan terpaksa tidak dikenai pidana. Pada kasus tersebut, seharusnya alasan pemaaf berlaku bagi pelaku melakukan perbuatan seperti yang dituduhkan jaksa karena dengan alasan diatas sehingga menghapus pidana pelaku.Pasal 49 KUHP, mengatakan bahwa agar tindakan ini benar-benar dapat digolongkan sebagai “pembelaanَ darurat”َ danَ tidakَ dapatَ dihukum,َ makaَ tindakan itu harus memenuhi tiga macam syarat sebagai berikut; tindakan yang dilakukan itu harus benar-benar terpaksa untuk mempertahankan (membela) diri; Pembelaan atau pertahanan yang harus dilakukan itu hanya terhadap kepentingan-kepentingan diri sendiri atau orang lain, peri kesopanan, dan harta benda kepunyaan sendiri atau kepunyaan orang lain; harus ada serangan yang melawan hak dan ancaman yang mendadak (pada saat itu juga). Dalam keadaan seperti ini, kita boleh melawan untuk mempertahankan diri dan barang yang dicuri itu sebab si pencuri telah menyerang dengan melawan hak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui syarat esensial terhadap pembelaan diri secara terpaksa, dan bagaimana pertimbangan hukum yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri Kepanjen atas kasus pembunuhan pelaku pencurian dengan kekerasan (begal) agar tidak terjadi lagi hal serupa. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis empiris atau dapat juga dikatakan metode pendekatan sosiologis, selain itu penulis menggunakan metode analisis data secara kualitatif kemudian disajikan secara deskriptif. | en_US | 
| dc.publisher | Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Islam Bandung 2020 | en_US | 
| dc.subject | Pembelaan Terpaksa, Begal, Putusan Hakim, Noodweer | en_US | 
| dc.title | Analisis Yuridis Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Kepanjen Dalam Kasus Pembunuhan Pelaku Pencurian Dengan Kekerasan (Begal) Dikaitkan Dengan Pembelaan Terpaksa Untuk Diri Sendiri Maupun Orang Lain | en_US |