Abstract:
Hubungan seorang dokter dengan pasien dimulai ketika seorang pasien datang kepada
seorang dokter karena merasa dirinya tidak sehat, dari situ timbul hubungan hukum antara
keduanya yang mengakibatkan hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh keduanya.
Salah satu kewajiban dokter adalah memberikan informasi kepada pasien mengenai penyakit
yang dideritanya dan memberi informasi mengenai tindakan medis yang akan dilakukannya
terhadap pasien. Untuk melakukan tindakan medis tersebut seorang dokter haruslah terlebih
dahulu mendapat persetujuan dari pasien seperti ketentuan yang terdapat dalam pasal 45
ayat(1) Undang-undang No 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran dan juga pasal 2
ayat(1) Peraturan Menteri Kesehatan No 290 Tahun 2008 Tentang Persetujuan Tindakan
Kedokteran, yang menyatakan bahwa setiap tindakan kedokteran harus mendapat
persetujuan. Namun, ada kalanya seorang dokter tidak meminta persetujuab tersebut
dikarenakan kelalaiannya yang mengakibatkan kerugian terhadap seorang pasien yang
menjadi tanggungjawabnya. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengkaji
tanggungjawab dokter yang tidak melakukan informed consent dilihat dari Undang-Undang
No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran Jo Peraturan Menteri Kesehatan No. 290
Tahun 2008 Tentang Peresetujuan Tindakan Kedokteran
Metode yang digunakan dalam penelitian hukum ini adalah yuridis normatif yaitu
suatu penelitian yang menekankan pada peraturan peraturan hukum yang berlaku serta dalam
hal ini penelitian dilakukan dengan data sekunder dan dalam penulisan ini penulis
menggunakan tahap penelitian studi pustaka, yakni tahap penelitian melalui studi
kepustakaan dan peraturan-peraturan yang berhubungan dengan tujuan penelitian. Penulis
melakukan analisis terhadap putusan Mahkamah Agung Tanggal 15 Mei 2009 dalam perkara
No. 46k/Pdt/2006
Dari hasil analisis tersebut penulis menarik kesimpulan bahwa informed consent
merupakan syarat utama bagi dokter dalam melakukan tindakan medis kepada pasien, hal
tersebut dilakukan setelah pasien mendapat informasi yang jelas mengenai penyakitnya
sebagaimana diatur dalam pasal 45 ayat (1) Undang-undang No 29 Tahun 2009 Tentang
Praktik Kedokteran dan pasal 2 Peraturan menteri kesehatan No 290 Tahun 2008 Tentang
Persetujuan Tindakan Medis. Tidak dilakukannya informed consent oleh dokter berakibat
timbulnya kerugian yang diderita oleh pasien yang mengakibatkan adanya tanggungjawab
hukum baik administrativ, pidana maupun perdata terhadap dokter karena telah lalai dalam
menangani pasien yang menjadi tanggungjawabnya