Universitas Islam Bandung Repository

Kedudukan Hukum Anak Akibat Perkawinan Tidak Sah Ditinjau dari Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (Studi Kasus Putusan Nomor: 1723/PDT.G/2009/PA. DPK)

Show simple item record

dc.contributor.author Jauhari, Arief Muhammad
dc.date.accessioned 2015-09-15T04:04:21Z
dc.date.available 2015-09-15T04:04:21Z
dc.date.issued 2015
dc.identifier.uri http://hdl.handle.net/123456789/462
dc.description.abstract Sah tidaknya suatu perkwaninan yang dilaksanakan berakibat langsung terhadap kedudukan hukum anak yang dilahirkan. Di Indonesia masih didapati pelaksanaanperkawinantidak sah, diantaranya pelaksanaan perkawinan satu nasab/sedarah,meskipun secara jelas dan terang perkawinan sedarah/semenda ini dilarang baik dari segi agama maupun negara.Larangan perkawinan sedarah tercantum dalam Q.S an-Nisâ (4) : 22-23, dalam Kompilasi Hukum Islam dimuat pada Pasal 39 sampai pasal 44, dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinandiatur dalam Pasal 8. Anak yang dilahirkan dari perkawinan tidak sah memiliki kedudukan hukum yang berbeda dengan anak yang dilahirkan dari perkawinan sah, karena anak yang dilahirkan dari perkawinan tidak sah hanya memiliki hubungan nasab/ hubungan hukum perdata denganibunya dan keluarga ibunya. Kedudukan hukum anak mengalami perubahan pasca putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VII/2010 tentang status anak diluar kawin yang intinya menyatakan bahwa anak yang lahir diluar perkawinan yang sah selain memiliki hubungan hukum dengan ibunya dan keluarga ibunya juga memiliki hubungan hukum dengan ayah biologisnya jika dibuktikan dengan ilmu pengetahuan dan tekhnologi secara hukum memiliki hubungan darah. Metode dalam penulisan ini penulis menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yaitu suatu penelitian yang melakukan pendekatan masalah dengan melakukan tinjauan terhadap peraturan perundang-undangan. Penelitian ini dilakukan dengan cara meneliti data atau bahan kepustakaan yang merupakan data sekunder yang berupa peraturan perundang-undangan, teori, literatur, serta pendapat ahli mengenai kedudukan hukum anak akibat perkawinan tidak sah, selain itu penulis melakukan wawancara dengan Majelis Ulama Indonesia. Dalam menganalisa data penulis menggunakan deskriptif analitis, yaitu suatu analisa data yang menjelasakan secara tepat kemudian di analisa untuk memperoleh kejelasan masalah. Hasil penelitian menyebutkan bahwa kedudukan hukum anak akibat perkawinan tidak sah hanya memiliki hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya (Pasal 100 KHI) , sehingga yang berkewajiban memberikan hak anak baik nafkah, hak waris-mewarisi, hak perwalian adalah ibunya dan keluarga ibunya. Kedudukan hukum anak pasca putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa anak yang dilahirkan bila dibuktikan memiliki hubungan hukum dengan ayah biologisnya maka ayah biologis anak tersebut berkewajiban memenuhi hak lahir dan batin anak yang dilahirkan dari perbuatanya. en_US
dc.description.sponsorship Deddy Effendy, S.H., M.H en_US
dc.publisher Fakultas Hukum en_US
dc.subject Hukum Islam, Perkawinan, Kedudukan hukum anak, Akibat hukum perkawinan en_US
dc.title Kedudukan Hukum Anak Akibat Perkawinan Tidak Sah Ditinjau dari Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (Studi Kasus Putusan Nomor: 1723/PDT.G/2009/PA. DPK) en_US
dc.type Thesis en_US


Files in this item

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record

Search Unisba Repository


Browse

My Account