Abstract:
Poligami adalah ikatan perkawinan antara seorang suami dengan lebih dari
seorang isteri. Perbuatan hukum poligami diatur dalam pasal 3 Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, diperbolehkan bagi seorang suami
untuk memiliki isteri lebih dari seorang dengan cara mengajukan permohonan
menikah lagi kepengadilan, akan tetapi untuk dapat mengajukan permohonan
kepengadilan suami harus memenuhi beberapapa syarat yang diatur dalam Pasal 5
ayat 1 Undang-Undang Perkawinan yaitu: 1. adanya persetujuan dari isteri/isteriisteri.
2. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan
hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka. 3. Adanya jaminan bahwa suami akan
berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anak mereka. Setelah terpenuhinya
syarat-syarat tersebut maka suami harus dapat membuktikan kepada majelis
hakim bahwa isterinya tidak dapat menjalankan tugasnya sebagai seorang isteri,
atau memiliki cacat/penyakit yang tidak dapat disembuhkan, atau tidak dapat
memberikan keturunan.
Penelitian ini penulis menggunakan penelitian yang bersifat deskriptif
analisis yaitu penelitian yang menggambarkan dan memaparkan serta
menganalisis data yang diperoleh dalam penelitian. Menggunakan pendekatan
yuridis normatif dan yuridis sosiologis atau empiris, Yuridis normatif yaitu
penelitian yang menggunakan sumber data sekunder dengan bahan hukum primer
dan bahan hukum sekunder, sedangkan yuridis sosiologis atau empiris yaitu
penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti data-data primer.
Keadilan secara etimologis, al-„adl berarti “tidak berat sebelah, tidak
memihal, atau menyamakan yang satu dengan yang lain (al-musawah)”. Istilah
lain dari al-„adl adalah al-qist, a;-misl (sama bagian). Keadilan merupakan hal
yang sangat penting dan mendasar dalam poligami, dan sampai saat ini masih
banyak pertentangan dari para ahli tentang konsep keadilan dalam poligami, baik
dalam hukum Islam, hukum positif ataupun dalam pandangan masyarakat yang
dalam penelitian ini diwakili oleh MUI karena pada faktanya keadilan dalam
berpoligami bukan saja keadilan dalam urusan harta/materi, akan tetapi juga
keadilan dalam urusan cinta dan kasih sayang. Pemahaman masyarakat tentang
konsep keadilan dalam urusan cinta dan kasih sayang inilah yang sulit dipahami
masyarakat, seperti yang diriwayatkan lain oleh Abu Nu‟aim sahabat Ibnu Umar
radhiallahu‟anu dengan lafadz, ” Aku akan memutuskan perkara dari
persengketaan ini berdasarkan apa yang aku dengar dari kalian.” Dari hadist
tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa Nabi SAW dalam memutus/menilai
sesuatu dari hal-hal yang zahir/tampak, termasuk dalam konsep keadilan dalam
berpoligami islam memandang bahwa keadilan dalam berpoligami adalah
keadilan yang bersifat kuantitatif/bisa diukur.