Abstract:
Autisme adalah ketidakmampuan perkembangan yang pada umumnya
muncul pada 3 tahun pertama dalam kehidupan, dimana gangguan ini meliputi
keterlambatan bidang komunikasi, interaksi sosial. Anak yang mengalami
gangguan autisme ini menunjukan kegagalan membina hubungan interpersonal
yang ditandai dengan kurangnya respon terhadap orang-orang dan anak-anak di
sekitarnya.
Self acceptance merupakan sikap dimana seseorang menerima orang lain
apa adanya secara keseluruhan, tanpa disertai penilaian atau pertimbangan
lainnya. Apabila dalam keluarga terutama pada ibu ada penerimaan, maka dapat
membantu dalam pengasuhan dan akan mendukung perkembangan anak. Namun
tidak mudah bagi seorang ibu dapat menerima kondisi anaknya ketika terdiagnosa
autism, ibu akan melalui beberapa proses yang akhirnya ibu dapat membuat ibu
memiliki self acceptance. Proses-proses tersebut adalah denial, anger, bargaining,
depression dan acceptance.
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai self
acceptance ibu yang memiliki anak terdiagnosa autism. Penelitian ini
menggunakan penelitian kualitatif deskriptif. Subjek penelitian ini sebanyak 20
orang. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner. Acceptance terjadi
bila seseorang mampu menghadapi kenyataan daripada hanya menyerah dan tidak
ada harapan. Sebelum mencapai pada tahap acceptance individu akan melalui
beberapa tahapan, diantaranya adalah tahap denial, anger, bargainning,
depression, dan acceptance. Adanya penerimaan diri dipengaruhi oleh faktor usia,
pendidikan dan jumlah anak. Hasil penelitian menunjukan bahwa ibu yang
memiliki self acceptance tinggi adalah 8 orang ibu yang memiliki 2 orang anak. 7
orang diantaranyamenempuh pendidikan hingga S1 dan 1 orang ibu menempuh
pendidikan hingga D3. 7 (58%) ibu yang memiliki self acceptance tinggi berada
pada usia 30-40 tahun, dan 1 (12,5%) ibu yang berusia 20-30 tahun.